Tuesday 30 September 2014

Ayo Cepat Putuskan Nasib Blok Mahakam!

Marwan Batubara
Setelah berbagai indikasi bahwa pemerintahan Indonesia akan segera mengumumkan kontrak Blok Mahakam ke depannya, ternyata belum jadi-jadi juga. Hingga tinggal beberapa minggu pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pun belum diputuskan juga.

Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara menilai bahwa sebenarnya keputusan tentang kontrak Blok Mahakam merupakan masalah yang mudah untuk ditetapkan tanpa banyak perdebatan.

"Hal ini berlaku terutama jika para pemilik kekuasaan berpegang pada konstitusi, kepentingan strategis negara, ketahanan energi nasional, martabat/harga diri, kehormatan bangsa dan kepentingan seluruh rakyat. Keputusan menjadi sulit jika pemerintah terpengaruh kepentingan asing atau ada oknumnya yang justru menghambat dominasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau terlibat dalam pemburuan rente," terang Marwan. 

Menurutnya pula bahwa para pemegang kekuasaan di negeri ini harus menyadari bahwa khusus untuk masalah Blok Mahakam, sebagai bangsa kita telah menghabiskan energi sangat banyak, berupa pikiran, tenaga, uang dan waktu, jauh melebihi porsi yang seharusnya.

"Bagi IRESS, jatuhnya Blok Cepu kepada Exxon sudah lebih dari cukup sebagai ironi dan nestapa bagi rakyat. Jangan ulangi kesalahan untuk Mahakam. Kita menunggu keputusan Presiden SBY menyerahkan pengelolaan Blok Mahakam kepada Pertamina, yang kelak akan dikenang sebagai  legacy yang baik dan manis oleh seluruh rakyat Indonesia," keluhnya.

Namun banyak tudingan bahwa Pertamina selaku pemegang saham terbesar di Blok Mahakam akan tidak optimal menggenjot kinerja Blok Mahakam. 

"Pertamina memang banyak kekurangan. Tetapi sebagai perusahaan yang 100% milik negara, jika dikatakan tidak mampu oleh orang asing, maka sudah sepantasnya rakyat marah! Apalagi Pertamina telah menyatakan kemampuan mengelola Blok Mahakam," ucapnya.

Sebagai catatan, sejak 2008 Pertamina telah lebih dari lima kali mengungkap dan meminta dengan hormat kepada pemerintah untuk mengelola Mahakam. "Pertamina pernah menawar saham Total dan Inpex (15%-20%) secara business to business pada 2010 agar dapat mengelola Blok Mahakam secara bersama sejak dini. Pertamina pun telah berulang kali menegaskan kemauan dan kemampuan mengelola 100% Blok Mahakam, termasuk dihadapan sidang DPR RI," pungkasnya.

Pada kesempatan yang lain, Presiden Total E&P Asia-Pacific, Jean-Marie Guillermou telah menawarkan kepada pemerintah Indonesia supaya Total terus diberi hak mengelola Blok Mahakam hingga 2022 melalui kerjasama dengan pihak Pertamina atau perusahaan yang ditunjuk.

Total menawarkan jalann tengah untuk mengelola Mahakam dengan periode transisi selama 5 tahun sejak 2017 dengan komposisi saham 30% Total, 30% Inpex dan 40% Pertamina. Tetapi tetap Total lah yang menjadi operatornya.

Total berpendapat bahwa periode transisi lima tahun tersebut dibutuhkan dalam rangka untuk membagi data teknis dan transfer pengalaman selama puluhan tahun mengelola Mahakam kepada Pertamina. Guillermou juga menyampaikan bahwa apabila tidak ada masa transisi sama sekali, maka produksi migas akan langsung turun drastis dan otomatis akan mengakibatkan penurunan penerimaan negara Indonesia.

Nasionalis sih boleh saja, tapi kita juga harus realistis. Dan sepertinya tawaran yang diajukan oleh Total lah yang realitis, yakni mengelola Blok Mahakam secara bersama-sama. Kalau belum pernah mengelola blok sulit seperti Blok Mahakam kan pasti akan kagok. Sedangkan apabila ada waktu untuk transisi skill dan teknologi, pasti hal itu akan lebih menguntungkan. Pertamina juga otomatis akan dapat pengetahuan tambahan dari perusahaan sekelas Total dan Inpex, yang akan bisa digunakan ke depannya bahkan tidak terbatas pada pengelolaan Blok Mahakam!


Tuesday 23 September 2014

Blok Mahakam Disinyalir Akan Kembali Dikelola oleh Total E&P

Blok Mahakam
Pasca peresmian proyek Migas Sisi Nubi2B milik Total E&P Indonesie (Total) oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) 19 September 2014 silam, dianggap sebagai sinyal bagi Total untuk meneruskan pengelolaan Blok Mahakam. Namun meskipun kontrak migas tersebut akan berakhir pada tahun 2017 mendatang, Total mengaku belum mendapatkan informasi mengenai kelanjutan nasib pengelolaan Blok Mahakam.

“Kami belum mendengar kabar apa pun dari Pemerintah terkait info sinyal kelanjutan Blok Mahakam,” ujar VP Communication Total E&P Indonesie, Arividya Noviyanto.

Pihak Total memberikan kesiapannya jika pemerintah memang mempercayakan kembali pengelolaan Blok Mahakam. “Kami senantiasa siap. Sampai sekarang pun, di saat kami terus menunggu keputusan Pemerintah terhadap proposal kami mengenai pengelolaan Blok Mahakam pasca 2017, kami tetap giat bekerja keras mempertahankan produksi minyak dan gas di blok tersebut,” tuturnya.

Hal itu sesuai dengan target Total untuk terus mengelola Blok Mahakam. “Seperti yang ditargetkan dalam WP&B 2014, yakni 1,7 BCFD untuk gas dan 67.000 BOD untuk minyak dan kondensat,” ujarnya.

Soal masalah dana bagi hasil yang dikeluhkan Pemprov Kalimantan Timur (Kaltim) maupun Pemkab Kutai Kartanegara (Kukar), Arividya berujar bahwa pihaknya menyerahkan sepenuhnya pada pemerintah pusat. “Terkait bagi hasil, participating interest dan lain-lain itu adalah kewenangan Pemerintah RI untuk memutuskannya,” pungkasnya.

Menurut Gubernur Kaltim, Awang Faraoek Ishak, perpanjangan kontrak Blok Mahakam sepenuhnya berada pada kebijakan pemerintah pusat atau presiden terpilih Jokowi. Namun saat ini Pemerintah Kaltim dan Pemerintah Kabupaten Kukar tetap berupaya untuk memperjuangkan hak bagi hasil 10 persen itu.

“Kelanjutan Blok Mahakam, berada dalam kewenangan pemerintah pusat, tetapi pemerintah Kaltim dan Kukar tengah menuntut untuk mendapatkan haknya Participating Impres (PI) 10 persen itu,” pungkasnya.

Awang berharap perpanjangan kontrak Blok Mahakam itu sebaiknya diputuskan oleh kabinet Jilid II yakni pemerintahan SBY. “Sejauh ini Pemprov Kaltim sudah ada pembicaraan dengan pemerintah pusat, dan belum ada keputusan dari mereka,” kata dia.


Dalam hal pengelolaan Blok Mahakam, memang yang dirasa paling ideal adalah dengan memperpanjang kontrak Total dan Inpex. Kedua perusahaan kelas internasional tersebut sudah tau seluk-beluk blok ini. Pengelolaannya selama ini pun sangat baik. Apabila pindah kepemilikan, belum tentu blok tersebut akan bisa dikelola dengan sama baiknya. Apalagi setelah mundurnya direktur utama Pertamina dan rumor bahwa Petral akan dibekukan, Pertamina tampaknya sedang banyak masalah. Sebaiknya diselesaikan dulu daripada satu blok strategis menjadi sia-sia karena pengelolaan yang buruk.

Tuesday 16 September 2014

Kontrak Total E&P Indonesie di Blok Mahakam Akan Diperpanjang

Aussie Gautama
Ditangkapnya Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik sempat menimbulkan kegegeran dan pertanyaan besar terkait nasib berbagai kontrak migas. Salah satu yang paling banyak disasari adalah nasib Blok Mahakam karena kontrak akan berakhir tahun 2017 dengan Total E&P Indonesie. Namun hingga saat ini permohonan perpanjangan kontrak Blok Mahakam belum ditanggapi.

Padahal menurut Aussie B Gautama, Deputi Pengendalian dan Perencanaan SKK Migas, dengan adanya keputusan lanjut tidaknya kontrak akan menjadi landasan bagi Total E&P untuk menambah atau tidaknya besaran investasi di Blok Mahakam.

"Kami sudah memberikan rekomendasi berupa pertimbangan teknis mengenai cadangan dan keekonomian. Posisi kami sebaiknya diputuskan sesegera mungkin," ujar Aussie.

Aussie juga sempat menjelaskan bahwa SKK Migas telah mengirimkan rekomendasi ke ESDM sejak 2012 silam mengenai kelanjutan operasi di Blok Mahakam. Karena jika pengelolaan blok diserahkan ke Pertamina, waktu adaptasi untuk menjadi kinerja lifting migas pastilah diperlukan. Maka dari itu, kepastian harus disegerakan.

SKK Migas menganggap bahwa Blok Mahakam masih tergolong signifikan untuk terus dikembangkan karena produksinya yang cukup besar, yaitu 1.750 million metric standard cubic feet per day (mmscfd) dan kondesat 70.000 hingga 76.000 barel per hari (bph).

"Hitungan kami bisa diproduksi hingga tahun 2032, dengan melihat cadangan dan laju penurunan produksi," pungkas Aussie.

Komaidi Notonegoro, pengamat energi dari ReforMiner Institute, berpendapat bahwa mundurnya kepastian perpanjangan kontrak blok migas akan berdampak pada turunnya tingkat produksi migas. "Sebab investor menahan investasi dan tidak ada ekspansi," tukasnya.

Di sisi lain, seperti yang sudah diketahui bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akan segera meresmikan proyek Sisi-Nubi Fase 2B yang dikerjakan oleh Total E&P Indonesie dan melibatkan investasi US$739 juta, di Balikpapan, Kalimantan Timur (Kaltim).

Proyek ini sebagai bagian dari rangkaian pengembangan Lapangan Sisi-Nubi di Blok Mahakam yang terletak di lepas pantai Kutai Kartanegara, Kaltim. Total E&P Indonesie, menyatakan bahwa proyek pengembangan Sisi-Nubi Fase 2B bertujuan untuk memadang dua wellhead platform baru. Platform tersebut yaitu WPS2 di Lapangan Sisi dan WPN3 di Lapangan Nubi, termasuk jaringan pipa interkoneksi yang akan terhubung dengan dua platform yang sudah ada di masing-masing lapangan.

“Sesuai dengan rencana pengembangan [POD] yang telah disetujui proyek Sisi-Nubi Fase 2 [Fase 2A dan 2B] akan menambah 35 sumur dan menelan biaya US$1,033 miliar, dimana US$ 739 juta dialokasikan untuk Fase 2B,” imbuh Hardy Pramono, President & GM Total E&P Indonesie.

Menurut data yang ada, Total/Inpex rata-rata membelanjakan US$2,5 miliar per tahun di Blok Mahakam, dan proyek ini sebagai bentuk komitmen Total/Inpex untuk terus berinvestasi di blok migas tersebut. Pada 2012, Total E&P Indonesia membangun tiga platform yakni Stupa, West Stupa dan East Mandu yang kesemuanya berada di proyek South Mahakam fase 1 & 2, dan pada pertengahan 2013 menambah 6 platform baru di blok Mahakam.


Memang SBY mengeluarkan kebijakan yang tepat dengan memperpanjang kontrak kepada Total E&P Indonesie karena sejauh ini Total E&P Indonesie memang berkinerja sangat baik dalam mengelola Blok Mahakam. Untung saja blok sulit tersebut tidak diberikan kepada Pertamina yang sedang terombang-ambing sepeninggalan direktur utama mereka.

Thursday 11 September 2014

Maksimalkan Blok Mahakam Sembari Membangun Kilang Minyak Baru

pembangunan kilang minyak
Wacana yang baru-baru ini banyak dibahas di bidang energi yaitu adalah rencana pembangunan kilang minyak baru. Pembangunan kilang minyak baru tersebut dinilai sudah sangat mendesak. Kilang minyak baru ini dibutuhkan untuk mengurangi ketergantungan impor BBM ketika permintaan akan BBM sangat banyak. Namun masalahnya pembangunan kilang minyak baru tidaklah mudah.

"Ya nggak gampang, refinery (kilang) itu membutuhkan waktu 3 tahun dan dana triliunan," seperti yang disampaikan oleh Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Bahrullah Akbar.

Salah satu kendala yang paling besar adalah masalah dana karena untuk membangun kilang minyak baru, diperlukan dana yang jumlahnya tidaklah sedikit. Untuk mengakalinya, bisa dilakukan dengan mengambil dana dari penghematan subsidi BBM. Dana penghematan tersebut kemudian bisa dipakai atau disisihkan untuk membangun kilang baru.

"Kita bisa meningkatkan efisiensi BBM untuk membangun refinery. Misalnya dari Rp 100 triliun, kita alokasikan sekian triliun untuk pembangunan kilang Pertamina," pungkasnya.

Setelah membangun kilang minyak baru, Indonesia harus terus menggenjot produksi migas di dalam negeri. Indonesia akan bisa memperoleh tambahan produksi migas dari blok-blok migas baru.

"Proyek-proyek pembangunan minyak harus dipercepat, Cepu-kan termasuk yang sudah mulai, IDD dipercepat, harus diperbuatkan lobi atau negosiasi, karena itu yang bisa mendorong lifting (produksi minyak) kita," tuturnya.

Indonesia per harinya harus mendatangkan sekitar 400.000 barel minyak dari luar negeri untuk memenuhi kebutuhan migas di dalam negeri.

"Kita pakai standar internasional, MOPS (Mean of Plats Singapore) itu kan perlu kehati-hatian, yang harus kita perhatikan adalah variabel-variabel antara lain MOPS. Kemudian tadi aktivasi kilang-kilang, struktur angkutan, pembaruan kilang, pembangunan pusat blending, jadi banyak variabel kalau bicara tata kelola migas itu," jelasnya.

Selain itu, pengamat energi Umar Said berujar bahwa "Kalau bikin kilang sendiri hitungan kasar. Kita harus bicara ke Iran dan Saudi. Kita butuh 300.000 barel per hari (misal). Itu mulai 2019. Selain itu harga lebih murah daripada beli di pasar Singapura. Kalau 300.000 barel beli langsung bisa hemat US$1 per barel. Ini bikin (kilang) sendiri pasti lebih hemat lagi. Kita nggak lagi tergantung kilang Singapura."

Jokowi – Jusuf Kalla juga sudah menyatakan bahwa Indonesia memerlukan kilang minyak baru untuk mengatasi permintaan BBM yang membanjir. Namun mereka juga sepakat bahwa untuk membangun kilang minyak baru bukanlah perkara singkat dan dana sedikit.
Setelah mengetahui berbagai pandangan tersebut, bisalah kita sepakati bahwa pembangunan kilang baru bisa jadi merupakan solusi jangka panjang untuk mengatasi jumlah permintaan BBM dalam negeri. Namun hal tersebut tidak bisa menjadi solusi jangka pendek karena Indonesia akan keburu krisis energi kalau menunggu kilang-kilang tersebut selesai dibangun.

Maka salah satu cara mengatasinya yaitu dengan memanfaatkan semaksimal mungkin kilang minyak yang sudah ada. Misalnya saja Blok Mahakam karena Blok Mahakam menyumbang produksi minyak yang cukup signifikan bagi Indonesia. Daripada menunggu yang baru dibangun, lebih baik sambil memaksimalkan saja dengan yang sudah ada agar tidak krisis energi. Pengelolaan Blok Mahakam oleh Total dan Inpex sudah berjalan baik, maka wacana pengambilalihan oleh Pertamina sebaiknya ditunda dulu mengingat urgensi tingkat produksi minyak yang saat ini dibutuhkan oleh Indonesia.



Saturday 6 September 2014

Nasib Blok Mahakam Pasca Pengunduran Diri Menteri ESDM Indonesia

Jero Wacik
Penangkapan terhadap Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik karena kasus korupsi menggemparkan dunia energi di Indonesia. Banyak pihak yang mempertanyakan nasib kelanjutan kontrak mereka karena saat ini memang banyak yang sedang dalam tahap renegosiasi kepada pemerintah. Untuk itu, pemerintah telah mengeluarkan pernyataan bahwa pemerintah akan menjamin proses renegosiasi kontrak pertambangan baik dengan perusahaan pemilik kontrak karya (KK) dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) berjalan sesuai dengan target.

Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo menyatakan bahwa proses renegosiasi kontrak secara prinsip sudah final, sehingga  tinggal tahap penandatangan memorandum of understanding (MoU) amandemen kontrak yang perlu dijalani.

"Kan yang menandatangani renegosiasi antara perusahaan tambang dengan Pak Sukhyar, Dirjen Minerba. Jadi nggak akan terganggu. Secara prinsip, renegosiasi kontrak karya dan PKP2B sudah selesai. Ada 40 perusahaan yang sekarang di finalisasi. Secepatnya kita akan selesaikan supaya bisa tandatangan MoU bulan ini. Saya sudah instruksikan pak Direktur Jenderal Mineral dan Batubara untuk segera memfinalisasi draf MoU, pokoknya September ini akan kami selesaikannya semuanya," jelasnya.

Hingga saat ini, sudah ada 44 dari 107 perusahaan KK dan PKP2B yang telah melakukan penandatangan MoU amandemen kontrak dengan pemerintah. Berarti, terdapat 63 perusahaan yang terdiri dari 40 pemeganhg PKP2B dan 23 pemegang KK yang belum menandatangani MoU dengan pemerintah.  Susilo juga menambahkan bahwa  seluruh proses renegosiasi 63 perusahaan tersebut ditargetkan selesai pada September ini.

Dari penjelasan Susilo tersebut, membuat pertanyaan mengenai nasib Blok Mahakam muncul. Kontrak dengan Total E&P Indonesie dan Inpex akan berakhir pada tahun 2017 namun hingga kini belum ada kepastian akan diperpanjang atau tidak. Di tengah carut-marut dunia energi Indonesia saat ini, apakah pantas apabila pengelola blok tersebut dipindahtangankan? Menteri yang bersangkutan baru saja terjerat kasus korupsi dan mengundurkan diri, menunjukkan bahwa hasil kerjanya selama ini tidak kredibel. Belum lagi, saat ini memang posisi menteri tersebut kosong pasca pengunduran dirinya.

Selain kosongnya slot menteri ESDM, slot Direktur Utama Pertamina pun sedang kosong pasca mundurnya Karen Agustiawan. Menteri ESDM dan Pertamina akan sedang sibuk berbenah diri dan mengubah sistem karena kepemimpinan yang baru. Sepertinya memang Blok Mahakam belum siap dipindahtangankan secara keseluruhan kepada Indonesia. Bukannya apa, Blok Mahakm terkenal sebagai blok yang sulit. Apabila tidak ada kompetensi dalam mengelolanya, tentunya blok tersebut akan menjadi sia-sia.


Namun keinginan Pertamina untuk mengambil alih pengelolaan blok tersebut memang perlu diapresiasi. Maka sepertinya jalan yang tepat adalah untuk memperpanjang kontrak kepada Total E&P Indonesie dan Inpex sembari menggandeng Pertamina. Jadi Pertamina tidak berjalan sendiri namun bersama-sama dengan Total sehingga setelah skill dan teknologinya sudah tertransfer, barulah Pertamina bisa berdikari sendiri.