pembangunan kilang minyak |
Wacana yang baru-baru ini banyak dibahas di bidang energi
yaitu adalah rencana pembangunan kilang minyak baru. Pembangunan kilang minyak
baru tersebut dinilai sudah sangat mendesak. Kilang minyak baru ini dibutuhkan
untuk mengurangi ketergantungan impor BBM ketika permintaan akan BBM sangat
banyak. Namun masalahnya pembangunan kilang minyak baru tidaklah mudah.
"Ya nggak gampang, refinery (kilang) itu membutuhkan
waktu 3 tahun dan dana triliunan," seperti yang disampaikan oleh Anggota
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Bahrullah Akbar.
Salah satu kendala yang paling besar adalah masalah dana
karena untuk membangun kilang minyak baru, diperlukan dana yang jumlahnya
tidaklah sedikit. Untuk mengakalinya, bisa dilakukan dengan mengambil dana dari
penghematan subsidi BBM. Dana penghematan tersebut kemudian bisa dipakai atau
disisihkan untuk membangun kilang baru.
"Kita bisa meningkatkan efisiensi BBM untuk membangun
refinery. Misalnya dari Rp 100 triliun, kita alokasikan sekian triliun untuk
pembangunan kilang Pertamina," pungkasnya.
Setelah membangun kilang minyak baru, Indonesia harus terus
menggenjot produksi migas di dalam negeri. Indonesia akan bisa memperoleh
tambahan produksi migas dari blok-blok migas baru.
"Proyek-proyek pembangunan minyak harus dipercepat,
Cepu-kan termasuk yang sudah mulai, IDD dipercepat, harus diperbuatkan lobi
atau negosiasi, karena itu yang bisa mendorong lifting (produksi minyak)
kita," tuturnya.
Indonesia per harinya harus mendatangkan sekitar 400.000
barel minyak dari luar negeri untuk memenuhi kebutuhan migas di dalam negeri.
"Kita pakai standar internasional, MOPS (Mean of Plats
Singapore) itu kan perlu kehati-hatian, yang harus kita perhatikan adalah
variabel-variabel antara lain MOPS. Kemudian tadi aktivasi kilang-kilang, struktur
angkutan, pembaruan kilang, pembangunan pusat blending, jadi banyak variabel
kalau bicara tata kelola migas itu," jelasnya.
Selain itu, pengamat energi Umar Said berujar bahwa "Kalau
bikin kilang sendiri hitungan kasar. Kita harus bicara ke Iran dan Saudi. Kita
butuh 300.000 barel per hari (misal). Itu mulai 2019. Selain itu harga lebih
murah daripada beli di pasar Singapura. Kalau 300.000 barel beli langsung bisa
hemat US$1 per barel. Ini bikin (kilang) sendiri pasti lebih hemat lagi. Kita
nggak lagi tergantung kilang Singapura."
Jokowi – Jusuf Kalla juga sudah menyatakan bahwa Indonesia
memerlukan kilang minyak baru untuk mengatasi permintaan BBM yang membanjir. Namun
mereka juga sepakat bahwa untuk membangun kilang minyak baru bukanlah perkara
singkat dan dana sedikit.
Setelah mengetahui berbagai pandangan tersebut, bisalah kita
sepakati bahwa pembangunan kilang baru bisa jadi merupakan solusi jangka
panjang untuk mengatasi jumlah permintaan BBM dalam negeri. Namun hal tersebut
tidak bisa menjadi solusi jangka pendek karena Indonesia akan keburu krisis
energi kalau menunggu kilang-kilang tersebut selesai dibangun.
Maka salah satu cara mengatasinya yaitu dengan memanfaatkan
semaksimal mungkin kilang minyak yang sudah ada. Misalnya saja Blok Mahakam
karena Blok Mahakam menyumbang produksi minyak yang cukup signifikan bagi
Indonesia. Daripada menunggu yang baru dibangun, lebih baik sambil
memaksimalkan saja dengan yang sudah ada agar tidak krisis energi. Pengelolaan
Blok Mahakam oleh Total dan Inpex sudah berjalan baik, maka wacana
pengambilalihan oleh Pertamina sebaiknya ditunda dulu mengingat urgensi tingkat
produksi minyak yang saat ini dibutuhkan oleh Indonesia.
No comments:
Post a Comment