Thursday 31 July 2014

MoU Baru Antara Indonesia dengan Freeport, Blok Mahakam Menyusul?

PT Freeport Indonesia
Di tengah riuh hiruk pikuk pemilihan pilpres (pilpres) belakangan ini, ternyata diam-diam pemerintahan SBY menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) dengan Freeport.

"Setelah MoU renegosiasi disetujui akan diikuti oleh penerbitan Peraturan menteri Keuangan (PMK) yang meminta Freeport untuk membangun pabrik pemurnian (smelter) dan memberikan uang jaminan. Baru setelah itu akan dikeluarkan bea keluar (BK) nya," tutur Menteri Koordinator (Menko) bidang Perekonomian Chairul Tandjung (CT).

CT menjelaskan bahwa BK akan dibagi menjadi dua sesuai dengan apa yang diimpor. "Kan sudah disampaikan sebelumnya BK itu akan dbagi dua. BK yang sesuai dengan mereka yang masih mengimpor yang mentah, BK yang sudah eligible. Eligible artinya mereka masuk dalam kategori proses untuk memproduk hasil olahan dengan cara komitmen membangun smelter," jelasnya.

Namun Freeport tidak bisa langsung ekspor setelah penandatanganan MoU karena Freeport harus terlebih dahulu menaati PMK tersebut barulah kemudian rekomendasi izin ekspornya akan dikeluarkan. Apabila semua tahapan telah dijalani, Kementerian ESDM akan memberikan rekomendasi ijin ekspor pada Kementerian Perdagangan.

MoU ini berarti ditandatangani pada masa pemerintahan SBY, padahal pemerintahannya sebentar lagi akan berakhir dan digantikan oleh pemerintahan Jokowi. Ketika dikonfirmasi mengenai hal tersebut, Jokowi mengatakan bahwa dia tidak khawatir dengan adanya MoU dengan PT Freeport. Dia lebih memilih menarik diri serta menunggu informasi yang lebih detail dan valid mengenai nota kerjasama antara pemerintah dan PT Freeport.

"Untuk apa saya urus sekarang? Urusan saya sekarang apa? Saya biasa bekerja detail. Memahami dulu masalahnya baru bicara," kata Jokowi.

Menurutnya, sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan, kontrak Freeport di Indonesia habis pada 2021 sehingga berarti baru akan dilakukan pembahasan pada dua tahun sebelum kontrak habis yakni tahun 2019. Maka, seharusnya tidak ada pembicaraan mengenai kontrak tersebut.


Hal ini mengingatkan kita pada nasib Blok Mahakam. Kontrak antara Total E&P Indonesie dan Inpex dengan pemerintah Indonesia akan berakhir pada tahun 2017, namun hingga kini belum ada kejelasan apakah kontrak tersebut akan diperpanjang atau tidak. Alangkah baiknya apabila kelanjutan nasib Blok Mahakam tersebut diperjelas sesegera mungkin. Freeport yang kontraknya seharusnya selesai tahun 2021 saja sudah ada MoU yang baru.

No comments:

Post a Comment