PT Freeport Indonesia |
Di tengah riuh hiruk pikuk pemilihan pilpres (pilpres)
belakangan ini, ternyata diam-diam pemerintahan SBY menandatangani Memorandum
of Understanding (MoU) dengan Freeport.
"Setelah MoU renegosiasi disetujui akan diikuti oleh
penerbitan Peraturan menteri Keuangan (PMK) yang meminta Freeport untuk
membangun pabrik pemurnian (smelter) dan memberikan uang jaminan. Baru setelah
itu akan dikeluarkan bea keluar (BK) nya," tutur Menteri Koordinator
(Menko) bidang Perekonomian Chairul Tandjung (CT).
CT menjelaskan bahwa BK akan dibagi menjadi dua sesuai
dengan apa yang diimpor. "Kan sudah disampaikan sebelumnya BK itu akan
dbagi dua. BK yang sesuai dengan mereka yang masih mengimpor yang mentah, BK
yang sudah eligible. Eligible artinya mereka masuk dalam kategori proses untuk
memproduk hasil olahan dengan cara komitmen membangun smelter," jelasnya.
Namun Freeport tidak bisa langsung ekspor setelah
penandatanganan MoU karena Freeport harus terlebih dahulu menaati PMK tersebut
barulah kemudian rekomendasi izin ekspornya akan dikeluarkan. Apabila semua
tahapan telah dijalani, Kementerian ESDM akan memberikan rekomendasi ijin
ekspor pada Kementerian Perdagangan.
MoU ini berarti ditandatangani pada masa pemerintahan SBY,
padahal pemerintahannya sebentar lagi akan berakhir dan digantikan oleh
pemerintahan Jokowi. Ketika dikonfirmasi mengenai hal tersebut, Jokowi
mengatakan bahwa dia tidak khawatir dengan adanya MoU dengan PT Freeport. Dia
lebih memilih menarik diri serta menunggu informasi yang lebih detail dan valid
mengenai nota kerjasama antara pemerintah dan PT Freeport.
"Untuk apa saya urus sekarang? Urusan saya sekarang
apa? Saya biasa bekerja detail. Memahami dulu masalahnya baru bicara," kata
Jokowi.
Menurutnya, sebagaimana diatur dalam ketentuan
perundang-undangan, kontrak Freeport di Indonesia habis pada 2021 sehingga
berarti baru akan dilakukan pembahasan pada dua tahun sebelum kontrak habis
yakni tahun 2019. Maka, seharusnya tidak ada pembicaraan mengenai kontrak
tersebut.
Hal ini mengingatkan kita pada nasib Blok Mahakam. Kontrak
antara Total E&P Indonesie dan Inpex dengan pemerintah Indonesia akan
berakhir pada tahun 2017, namun hingga kini belum ada kejelasan apakah kontrak
tersebut akan diperpanjang atau tidak. Alangkah baiknya apabila kelanjutan
nasib Blok Mahakam tersebut diperjelas sesegera mungkin. Freeport yang
kontraknya seharusnya selesai tahun 2021 saja sudah ada MoU yang baru.
No comments:
Post a Comment