Indonesia |
Indonesia yang terkenal kaya akan sumber daya alamnya dari
sabang hingga merauke sedang mengalami stagnasi dalam produksi energinya.
Sungguh mengherankan bukan? Entah karena manajemen yang buruk, teknologi yang
kurang, sistem yang korup, atau karena hal yang lainnya.
"Hingga saat ini, kita belum pernah ketemu cadangan
minyak baru yang jumlahnya besar. Seperti lapangan Duri dan Minas di Sumatera
yang dioperasikan Chevron," kata Sekretaris Satuan Kerja Khusus Pelaksana
Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Gde Pradyana.
Gde juga menjelaskan bahwa SKK Migasterus mendorong
eksplorasi minyak dan gas bumi. Hampir seluruh perusahaan minyak dan gas bumi
sekarang ini mencari migas sudah tidak lagi di wilayah barat Indonesia,
melainkan sudah mengarah ke wilayah timur Indonesia. "Tantangan mencari
minyak dan gas di timur Indonesia luar biasa. Selain infrastrukturnya mulai
dari jalan, jembatan, dan pelabuhan harus dibangun mulai awal lagi, mengebor di
sana juga tidak mudah karena sangat dalam. Biasa kita ngebor di barat di bawah
kedalaman 200 meter, di timur pengeboran mencapai kedalaman 1.000 meter lebih,
sehingga risikonya sangat besar dan butuh investasi yang besar juga. Kedalaman itu
jauh lebih sulit dibandingkan ketika mengeksplorasi migas di wilayah Indonesia
bagian Barat yang paling dalam hanya 100 meter di bawah permukaan laut,"
jelas Gde.
"Studi yang telah dilakukan SKK Migas memperkirakan ada
cadangan gas bumi mencapai 55 TSCF (trillions of standard cubic feet) di
wilayah Indonesia timur. Jauh lebih besar dibandingkan potensi minyak bumi yang
hanya 656 juta MSTB," ujarnya," tambahnya. Walaupun Gde juga menyampaikan perihal
permasalahan dan hambatan eksplorasi di Indonesia bagian timur yaitu masih
buruknya infrastruktur. Ketidaklayakan pelabuhan, jalan raya dan pasokan listrik
perlu dibenahi dulu untuk memudahkan industri ini ke depannya.
Namun saat ini kebanyakan perusahaan minyak yang ada di
Indonesia masih belum menemukan minyak atau gas bumi. Sedangkan berdasarkan
skema investasi migas di Indonesia, berapa pun jumlah investasi yang
dikeluarkan investor tapi jika tidak mendapatkan migas yang ekonomis maka tidak
akan diganti sepeser pun oleh Indonesia.
Adapun dalam semester pertama 2014 ini, Indonesia gagal
mencapai target produksi migasnya. Maka sangatlah wajar apabila Indonesia ingin
mencapai targetnya, Indonesia harus memaksimalkan blok-blok yang sudah dikelola
sembari menunggu infrastruktur Indonesia bagian timur dibangun. Misalnya saja
Blok Mahakam. Blok Mahakam sebagai penghasil gas bumi terbesar di Indonesia
harus diberi perhatian lebih dan dimaksimalkan. Sayangnya pengelola saat ini
yaitu Total E&P dan Inpex akan segera berakhir masa kontraknya pada tahun
2017 mendatang. Isunya Pertamina akan mengambil alih Blok Mahakam yang terkenal
sebagai blok sulit. Apa jadinya tata kelola Blok Mahakam ketika berganti alih
pengurusan? Apalagi banyak juga yang menganggap bahwa Pertamina belum siap.
Jangan kaget kalau produksi migas Indonesia akan merosot tambah tajam dan makin
jauh dari gol yang ditargetkan.
No comments:
Post a Comment