Dwi Soetjipto |
Pergantian seluruh pejabat Direksi sekaligus terpilihnya Dwi
Soetjipto sebagai Direktur Utama PT Pertamina (Persero) di saat yang sama
otomatis telah membuka babak baru dalam setiap kebijakan strategis perusahaan
pelat merah sektor energi ini.
Banyak pihak yang menduga bahwa sejumlah kebijakan akan
kembali dikaji bahkan berbelok di luar perkiraan. Masalah yang cukup
dikhawatirkan adalah mengenai skema pengelolaan Blok strategis Mahakam, di
Kalimantan Timur yang akan habis masih kontraknya di 2017.
Sebelum lengser dari jabatan Plt Dirut Pertamina, Muhamad
Husen sempat mengeluarkan pernyataan bahwa perusahaan optimistis bisa mengelola
Blok Mahakam secara penuh atau 100%. Sementara, pemerintah mengharapkan skema
pengelolaan ini tetap menggandeng perusahaan yang kini tengah mengoperatori
Blok itu, yaitu Total E&P Indonesie.
Tak ada yang menyangka bahwa Dwi yang baru beberapa hari
resmi menjabat sebagai Dirut Pertamina melontarkan pernyataan khusus terkait
hal ini. Ia akan melakukan review terhadap kebijakan Direksi lama terkait
pengelolaan Blok Mahakam.
Pernyataan tersebut sangat disayangkan. Harapan publik supaya
apabila nantinya Pertamina justru membagi hak Participating Interest (PI)
kepada Total. Melihat pengelolaan Blok Mahakam saat ini, Total hanya memiliki
hak PI sebesar 50%, sementara sisanya dimiliki perusahaan asal Jepang, Inpex
Corporation.
Pengamat Kebijakan Migas, Yusri Usman meyakini bahwa
perusahaan pelat merah yang telah masuk skala global seperti Pertamina memiliki
kapasitas dalam mengelola Blok Mahakam, bahkan tanpa campur tangan operator
sebelumnya. "Tenaga ahli hulu migas Pertamina sudah sangat piawai dalam
mengelola Blok Migas," ujarnya.
Yusri melihat dari sejarah Pertamina yang mampu mengelola
Blok West Madura Offshore (WMO) pasca berakhirnya kontrak dari Kodeco. Kemudian
berlanjut pada pengelolaan Blok Offshore North West Java (ONWJ) yang saat itu
diakuisisi Pertamina dari British Petroleum (BP).
"Contohnya seperti Blok WMO ketika saat dikelola oleh
Kodeco, produksinya tinggal 13.000 barel per hari (bph) dan sekarang sudah
mencapai 22.000 bph dan Blok ONWJ yang pada saat diakuisisi oleh Pertamina dari
British Petroleum pada tahun 2009 produksinya hanya 21.000 bph dan saat ini
sudah mencapai 46.000 bph," terang Yusri.
Yusri berkomentar bahwa Blok Mahakam adalah persoalan
nasionalisme dan harga diri anak bangsa. Tak seorang pun, bahkan pengambil
keputusan meremehkan kapasitas bangsanya sendiri.
Nah masalahnya persoalan teknis ya tidak bisa bawa-bawa
nasionalisme. Nasionalisme buta bisa menjerumuskan bangsa. Kita lihat saja
kenyataannya bahwa Pertamina memang belum mampu untuk mengelola blok sesulit
Blok Mahakam sendirian. Lagipula Pertamina akan bisa mengambil untung dengan
mendapat share pengalaman dan teknologi yang dimiliki oleh Total.
No comments:
Post a Comment