Tuesday 2 December 2014

Bos Pertamina Baru, Batal Menggandeng Total di Blok Mahakam?

Dwi Soetjipto
Pergantian seluruh pejabat Direksi sekaligus terpilihnya Dwi Soetjipto sebagai Direktur Utama PT Pertamina (Persero) di saat yang sama otomatis telah membuka babak baru dalam setiap kebijakan strategis perusahaan pelat merah sektor energi ini.

Banyak pihak yang menduga bahwa sejumlah kebijakan akan kembali dikaji bahkan berbelok di luar perkiraan. Masalah yang cukup dikhawatirkan adalah mengenai skema pengelolaan Blok strategis Mahakam, di Kalimantan Timur yang akan habis masih kontraknya di 2017.

Sebelum lengser dari jabatan Plt Dirut Pertamina, Muhamad Husen sempat mengeluarkan pernyataan bahwa perusahaan optimistis bisa mengelola Blok Mahakam secara penuh atau 100%. Sementara, pemerintah mengharapkan skema pengelolaan ini tetap menggandeng perusahaan yang kini tengah mengoperatori Blok itu, yaitu Total E&P Indonesie.

Tak ada yang menyangka bahwa Dwi yang baru beberapa hari resmi menjabat sebagai Dirut Pertamina melontarkan pernyataan khusus terkait hal ini. Ia akan melakukan review terhadap kebijakan Direksi lama terkait pengelolaan Blok Mahakam.

Pernyataan tersebut sangat disayangkan. Harapan publik supaya apabila nantinya Pertamina justru membagi hak Participating Interest (PI) kepada Total. Melihat pengelolaan Blok Mahakam saat ini, Total hanya memiliki hak PI sebesar 50%, sementara sisanya dimiliki perusahaan asal Jepang, Inpex Corporation.

Pengamat Kebijakan Migas, Yusri Usman meyakini bahwa perusahaan pelat merah yang telah masuk skala global seperti Pertamina memiliki kapasitas dalam mengelola Blok Mahakam, bahkan tanpa campur tangan operator sebelumnya. "Tenaga ahli hulu migas Pertamina sudah sangat piawai dalam mengelola Blok Migas," ujarnya.

Yusri melihat dari sejarah Pertamina yang mampu mengelola Blok West Madura Offshore (WMO) pasca berakhirnya kontrak dari Kodeco. Kemudian berlanjut pada pengelolaan Blok Offshore North West Java (ONWJ) yang saat itu diakuisisi Pertamina dari British Petroleum (BP).

"Contohnya seperti Blok WMO ketika saat dikelola oleh Kodeco, produksinya tinggal 13.000 barel per hari (bph) dan sekarang sudah mencapai 22.000 bph dan Blok ONWJ yang pada saat diakuisisi oleh Pertamina dari British Petroleum pada tahun 2009 produksinya hanya 21.000 bph dan saat ini sudah mencapai 46.000 bph," terang Yusri.

Yusri berkomentar bahwa Blok Mahakam adalah persoalan nasionalisme dan harga diri anak bangsa. Tak seorang pun, bahkan pengambil keputusan meremehkan kapasitas bangsanya sendiri.


Nah masalahnya persoalan teknis ya tidak bisa bawa-bawa nasionalisme. Nasionalisme buta bisa menjerumuskan bangsa. Kita lihat saja kenyataannya bahwa Pertamina memang belum mampu untuk mengelola blok sesulit Blok Mahakam sendirian. Lagipula Pertamina akan bisa mengambil untung dengan mendapat share pengalaman dan teknologi yang dimiliki oleh Total.

No comments:

Post a Comment