Tuesday 3 June 2014

Nasionalisasi Aset, Capres Prabowo Subianto & the Next Chaves?

Prabowo Subianto
Isu nasionalisasi aset asing tampaknya masih akan menjadi salah satu isu hangat jelang Pemilihan Presiden 9 Juli nanti. Hal ini lantaran salah satu calon presiden, Prabowo Subianto mengusung tema nasionalisasi aset sebagai salah satu agenda politik seperti yang tersirat dalam manifesto Partai Gerindra dan pernyataan Prabowo Subianto di beberapa kesempatan. 

Hugo Chaves
Walaupun tim sukses Prabowo membantah bahwa pihaknya tidak akan menasionalisasi aset asing di Indonesia, namun fakta menunjukkan nasionalisasi aset ini masih tercantum dalam manifesto Partai Gerinda yang didukung oleh koalisi gemuknya, yang hingga saat ini belum direvisi. Yang direvisi hanya soal ‘pemurnian agama’ oleh negara, setelah diprotes dari berbagai kalangan masyarakat.
Ini cuplikan manifesto yang tertuang dalam manifesto Partai Gerindra (hal 15-16), “Karena itu kepemilikan negara terhadap alat- alat perekonomian dan kekayaan yang menyangkut hajat hidup orang banyak harus tetap dipertahankan, dan diusahakan pengembalian seluruh alat-alat perekonomian dan kekayaan yang telah berpindah kepemilikan terutama yang erat kaitannya dengan keamanan nasional.”
Di paragraf ini jelas-jelas mencantumkan nafsu Partai Gerindra untuk mengembalikan atau mengambil alih seluruh alat-alat perekonomian dan kekayaan yang telah berpindah kepemilikan. Kalimat ini yang disinyalir banyak orang termasuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bahwa ada calon presiden yang mengkampanyekan nasionalisasi aset asing di Indonesia, termasuk di industri pertambangan, minyak dan gas bumi.
Sinyal nasionalisasi itu juga diucapkan Prabowo Subianto saat berbicara di hadapan ratusan Purnawirawan TNI dan Polri yang mendeklarasikan dukungan terhadap dirinya untuk menjadi capres di Pemilu 2014. Dalam sambutan Prabowo terus menyindir sikap politikus yang gemar ingkar janji.
 
"Ada budaya baru yang dianggap biasa yaitu budaya mencla mencle, budaya ingkar janji, dan budaya suka berbohong, apakah saudara mau dipimpin orang seperti itu?" kata Prabowo di Menara Bidakara, Pancoran, Jakarta Selatan, Kamis (27/3/2014).
"Siap, Tidaaaaaak!" jawab seluruh hadirin serempak.

Prabowo pun kemudian menegaskan bahwa dirinya akan menasionalisasi aset asing yang ada di Indonesia. "Seluruh kekayaan bangsa harus dimiliki oleh kita sendiri. Tapi ada pemimpin yang menjual aset, dengan gampangnya membiarkan wilayah kita dicaplok," sebut Prabowo dengan tangan mengepal.
 
Pernyataan Prabowo tersebut mendapat kritikan pedas dari Presiden. Presiden Yudhoyono mengeluarkan pernyataan menasionalisasi aset asing merupakan hal yang justru berisiko bagi perekonomian Indonesia. Pernyataan SBY itu tentu realistis dan juga memiliki makna bahwa SBY ingin agar para capres tersebut realitis, tidak menjanji-janjikan rakyat dengan program-program yang tidak realistis.
 
Baik Prabowo, adiknya Hashim Djojohadikusumo maupun tim sukses Prabowo-Hatta membantah niatan Prabowo untuk menasionalisasi aset. Namun, sepanjang pernyataan nasionalisasi aset tersebut masih tertuang di manifesto dan dengan melihat pernyataan orang-orang di sekitar Prabowo, masyarakat umum, termasuk pelaku industri migas dan pertambangan asing di Indonesia masih khawatir atas sikap Prabowo yang terkesan anti-asing, anti-investasi dan anti-kehadiran perusahaan asing di Indonesia. Sikap anti-asing ini boleh jadi justru akan menjadi bumerang bagi kemajuan Indonesia.
 
Sinyal terhadap anti perusahaan asing juga diucapkan oleh Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Hashim Djojohadikusumo baru-baru ini yang menegaskan bahwa Prabowo akan memberikan kontrak blok migas yang habis kontraknya kepada Pertamina.
 
"Sikap Prabowo memperkuat BUMN, kalau ada blok (migas) yang habis akan diberikan ke Pertamina. Blok Mahakam akan diberikan Pertamina, tidak ada lagi Pertamina disamakan dengan asing, kita mau Pertamina sekuat Pertronas kalau perlu investasi di Malaysia. Itu adalah sikap Prabowo, Pertamina milik rakyat milik negara harus dijadikan ujung tombak," tegas Hashim di sebuah seminar 2 Juni lalu.  Pernyataan Hashim sejalan dengan manifesto Partai Gerindra untuk mengambil alih aset-aset yang telah berpindah ke asing.
 
Adalah merupakan fakta bahwa saat ini mayoritas produksi minyak dan gas bumi saat ini disumbangkan oleh perusahaan migas asing. Produsen minyak terbesar masih ditangan Chevron, sementara produsen gas terbesar berada ditangan Total E&P Indonesie. Bila ditelusuri ke belakangan, kehadiran perusahaan-perusahaan asing di Indonesia juga atas undangan pemerintah Indonesia dan Pertamina yang juga saat itu memiliki fungsi ganda, yakni sebagai regulator dan perusahaan.
 
Namun, dari tahun 1970 hingga masa reformasi tahun 1998, Pertamina gagal mengemban fungsinya sebagai perusahaan migas nasional. Korupsi merajalalela dan perusahaan ini gagal menjalankan fungsi korporasinya. Banyak blok-blok migas diberikan ke perusahaan asing, sementara Pertamina hanya menjadi mitra pasif. Akibatnya, Pertamina jauh tertinggal dengan Petronas. Jadi, bahwa industri migas saat ini didominasi asing juga karena kesalahan kolektif pemerintah Orba dan Pertamina. Baru sejak ada UU Migas baru, Pertamina sudah lebih fokus menjalankan fungsi korporasinya dan sudah menunjukkan kemajuan yang berarti, walaupun jalan masih panjang.
 
Capres Prabowo atau siapapun yang memerintah nanti harusnya lebih bijaksana mengelola industri minyak dan gas bumi di tanah air. Apa persoalan utama industri migas dan sektor energi secara keseluruhan? Mengapa produksi minyak kita turun drastis? Mengapa Indonesia terlalu bergantung pada minyak impor? Mengapa investasi eksplorasi mencari cadangan migas menurun? Mengapa subsidi BBM tinggi dan apa langkah untuk mengurangi angka subsidi? Banyak pertanyaan yang harus dijawab pemerintah baru nanti, ketimbang fokus pada isu satu blok migas. 

Melakukan nasionaliasi tidak tepat dan dapat menjadi bumerang bagi Indonesia. Apakah Indonesia akan memiliki Presiden seperti mantan (mendiang) Presiden Venezuela Hugo Rafael Chaves, yang melakukan nasionalisasi di negaranya, di pemerintahan mendatang? Jawabnya tentu TIDAK. (*)

No comments:

Post a Comment