Saturday 28 June 2014

Siapapun Presiden Indonesia, Yang Penting Inpres Nomor 12 Tahun 2012 Tetap Diberlakukan

Dengan hiruk pikuk menjelang pemilihan presiden 2014, mungkin banyak pengusaha dan investor asing yang bertanya, bagaimana iklim investasi khususnya bidang energi ke depannya? Pasangan capres cawapres mana yang lebih memihak investasi dan tidak anti asing?

Ketua Indonesia Petroleum Association (IPA) Lukman Mahfoedz menyatakan sebagai berikut "Harapan presiden yang terpilih nanti siapapun baik itu Pak Probowo-Hatta maupun Jokowi-JK, tetap mempertahankan Inpres (Instruksi Presiden) nomor 12 Tahun 2012,” pada hari Kamis, 26 Juni 2014 kemarin. IPA adalah asosiasi perusahaan minyak dan gas bumi yang beroperasi di Indonesia, seperti Pertamina, Medco Energi, Total E&P Indonesie, Chevron, BP, Exxon dan yang lainnya.

Inpres Nomor 2 Tahun 2012 tentang Peningkatan Produksi Minyak Bumi Nasional tersebut disahkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada tahun 2012 silam. Inpres ini bertujuan untuk meningkatkan produksi minyak bumi nasional menjadi 1,01 juta barel per hari, dari yang awalnya hanya sekitar 750-840 ribu barel per harinya ketika inpres tersebut baru diberlakukan. Birokrasi yang panjang berbelit bikin pusing kepala akhirnya bisa dipangkas dengan diberlakukannya inpres tersebut, seperti yang diungkapkan Lukman berikut ini, "Inpres ini sangat bagus sekali, dan sebenarnya kalau benar-benar dilaksanakan dengan baik, efeknya pasti sangat baik bagi negara dan rakyat Indonesia. Inpres ini juga melakukan koordinasi dan percepatan penyelesaian permasalahan yang menghambat upaya peningkatan, optimalisasi dan percepatan produksi minyak bumi nasional.”

Apabila Inpres ini dipertahankan maka niscaya investasi energi di Indonesia akan makin subur dan tentunya akan meningkatkan perekonomian negara. Sentimen anti asing juga sebaiknya dihilangkan seperti yang dituturkan oleh Dahlan Iskan bahwa pengelolaan Blok Mahakam jangan dikaitkan dengan antiasing karena dampaknya nanti akan meluas seperti keengganan investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Dahlan juga menyatakan bahwa dia ragu untuk menyerahkan pengelolaan Blok Mahakam ke Pertamina karena menurutnya Pertamina tidak mampu mengelola Blok Mahakam.

Kontrak Kerja Sama (KKS) Blok Mahakam ditandatangani oleh pemerintah dengan Total (Perancis, 50 persen) dan Inpex (Jepang, 50 persen) pertama kali pada 31 Maret 1967 untuk jangka waktu 30 tahun. Kontrak tersebut telah berakhir pada 31 Maret 1997, namun pada awal 2007, KKS kembali diperpanjang selama 20 tahun sampai 31 Maret 2017. Sejauh ini semua berjalan lancar dan baik-baik saja, produksi minyaknya pun sangat baik. Alangkah baiknya bila diteruskan saja, untuk apa ambil resiko coba-coba dengan pengelola baru.

Mari kita berharap bahwa semakin maju perekonomian Indonesia, maka kita semakin tidak anti asing. Dan agar Inpres nomor 2 tahun 2012 tersebut tetap dijalankan sesuai fungsi awalnya untuk memudahkan investasi kita.

2 comments:

  1. Penting nih! Terima kasih atas postingannya. Seharusnya timses baca nih untuk disampaikan ke capresnya.

    ReplyDelete
  2. Wah kalau nggak jeli bisa terlupakan nih, padahal krusial sekali

    ReplyDelete