Thursday 22 May 2014

Siapa Operator Blok Mahakam Pasca Kontrak Berakhir Tahun 2017



Industri minyak dan gas bumi membutuhkan kepastian usaha mengingat investasi di sektor migas bersifat jangka panjang. Memulai sebuah proyek dibutuhkan waktu beberapa tahun untuk membuat perencanaan apalagi bila proyek tersebut tergolong proyek raksasa, seperti pengembangan Blok Masela, Blok Cepu, Train 3 Tangguh atau proyek kelanjutan Blok Mahakam. Kepastian tidak hanya saat untuk memulai proyek, tapi juga saat kontrak berakhir, karena operator perlu melakukan persiapan untuk exit (exit strategi) atau untuk melanjutkan investasi pengembangan lanjutan.


Saat ini ada cukup banyak blok-blok migas yang kontraknya berakhir dalam 10 tahun mendatang. Menurut catatan Indonesia Petroleum Association (IPA), sekitar 30 persen produksi nasional saat ini (635.000 boepd) berasal dari 20 perusahaan, yang Kontrak Bagi Hasilnya (Production Sharing Contract/PSC) akan habis dalam lima tahun. Selain itu, sekitar 61 persen dari produksi nasional saat ini (1,2 juta boepd) berasal dari perusahaan-perusahaan dengan PSC yang akan habis dalam sepuluh tahun kedepan.


Salah satu blok yang akan habis kontraknya adalah Blok Mahakam, yang akan berakhir pada akhir Maret 2017. Menurut peraturan, perusahaan migas dapat mengajukan perpanjangan 10 tahun sebelum kontrak berakhir. Operator Blok Mahakam Total E&P (dan Inpex Corp) telah mengajukan perpanjangan tahun 2007 dan hingga saat ini belum diputuskan pemerintah. Tampaknya, pemerintah incumbent Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) belum akan membuat keputusan di sisa pemerintahannya, tapi menunggu pemerintah baru.


Pertanyaannya, apakah hak pengelolaan Blok Mahakam akan diperpanjang, tidak diperpanjang atau dibuat sebuah skema baru (joint operating) yang akan melibatkan operator lama dan baru? Yang jelas, operator yang sekarang Total E&P dan mitranya Inpex telah mengajukan ketertarikan mereka untuk memperpanjang operatorship Blok Mahakam. Memperpanjang tentu merupakan sebuah opsi. Tentu akan ada plus minusnya. Opsi ini tentu merupakan pilihan yang paling kecil risikonya karena tak akan ada perubahan apa-apa pada sisi operasional, tak akan ada gejolak internal, tak akan ada perubahan sistem/budaya kerja. Operator tinggal memaksimalkan investasi dan produksi.


Opsi kedua adalah tidak diperpanjang. Ini opsi yang paling berisiko karena menyerahkan hak pengelolaan blok tua, blok raksasa, seperti Blok Mahakam tidak mudah. Bila ini yang diambil, itu ibarat membelokkan sebuah kapal induk dalam sekejap. Untuk membelokkan kapal induk harus dilakukan perlahan, bila tidak akan crash dan tentu ini tidak diharapkan semua pihak. Operator baru membutuhkan waktu untuk melakukan adaptasi, belum lagi misalnya ada gejolak internal yang tidak ingin ada perubahan drastis.


Opsi ketiga adalah semacam joint operating yang melibatkan operator lama dan baru. Mengenai porsi kepemilikan, itu tergantung pemerintah memutuskan. Mengenai operator, tentu juga bisa dilakukan berbagai opsi. Operator bisa tetap, tapi juga bisa berubah dalam periode tertentu setelah ada masa transisi. Misalnya, operator yang sekarang Total EP dapat tetap menjadi operator, dan dalam waktu 5-10 tahun, operator beralih ke pemain baru, bisa Pertamina atau perusahaan lain.


BUMN Migas sendiri tertarik untuk mengelola Blok Mahakam. Perusahaan BUMN ini telah mengirimkan surat ke pemerintha. Namun, hingga saat ini, pemerintah belum menentukan sikap mengenai status Blok Mahakam. Pemerintah, dalam hal ini, Kementerian ESDM sedang menggodok regulasi perpanjangan kontrak KKKS. Peraturan tersebut belum selesai. Diharapkan peraturan tersebut akan dipakai oleh pemerintah dalam melakukan pertimbangan-pertimbangan apakah sebuah KKKS diperpanjang atau tidak. Kalau diperpanjang, apa pertimbangannya, dan kalau tidak diperpanjang apa pertimbangannya. Dan kalau dibuat skema semacam joint-operation, apa pertimbangannya.


Apapun keputusan pemerintah, pelaku industri migas dan publik berharap pemerintah tidak gegabah dalam membuat keputusan, tetapi melakukan pertimbangan yang matang. Semua aspek, teknis, nonteknis harus dipertimbangkan, plus minusnya. Pilihan atau opsi mana yang paling menguntungkan pemerintah atau memberi manfaat lebih kepada pemerintah dan masyarakat Indonesia, memperpanjang, tidak diperpanjang atau justru lebih bermanfaat dan tidak berisiko bila dibuat opsi ketiga, yakni joint-operation dengan adanya masa transisi. Boleh jadi opsi ketiga menjadi pilihan tepat karena dapat menjamin kelanjutan operasional Blok Mahakam dengan tingkat risiko paling minim. Rencana investasi mengembangkan blok tersebut dapat dilanjutkan, dan tentu juga tak akan ada gejolak internal bila terjadi perubahan operator dan sistem secara drastis. (*)

No comments:

Post a Comment