Sunday 2 March 2014

Pertamina, Produksi Minyak Indonesia dan Blok Mahakam



Perdebatan mengenai operator Blok Mahakam pasca 2017 kembali mencuat ke permukaan minggu lalu. Saat ini masih ada dua kubu utama mengenai siapa yang terbaik menjadi operator blok Mahakam, yaitu, pihak yang menginginkan Blok Mahakam dioperasikan oleh perusahaan nasional, dalam hal ini Pertamina, dan existing operator yakni Total E&P Indonesie, yang bermitra dengan raksasa perusahaan migas Jepang Inpex. Namun, ada pihak lainnya yang menginginkan agar Blok Mahakam dikelola lebih baik lagi, dengan mengadopsi skema semacam joint-operating dengan melibatkan operator lama dan pemain baru. Tujuannya, tentu saja untuk memastikan produksi Blok Mahakam terus belanjut dan bahkan bisa lebih optimal. Boleh jadi opsi ketiga ini menjadi opsi terbaik.

Pihak yang menginginkan Blok Mahakam dikelola oleh perusahaan nasional lebih karena faktor emosi dan spirit nasionalisme sempit. Berbagai pihak memanfaatkan semangat nasionalisme agar pengelolaan Blok Mahakam dialihkan ke pihak atau perusahaan nasional. Membangkitkan gelora nasionalisme ini boleh-boleh saja, asalkan diarahkan ke saluran yang tepat. Jangan sampai semangat nasionalisme ini hanya dijadikan kamuflase atau alat saja untuk mendapatkan simpati dan dukungan publik. 

Siapa yang menyangka, atas nasionalisme, hakim Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar mengetok palu membubarkan BP Migas, misalnya? Banyak yang kemudian bertepuk tangan, tapi berdampak pada menciptakan kekacauan hukum di industri migas. Atas nama 'nasionalisme' beberapa pejabat Republik ini mengeruk ratus miliar duit rakyat yang dia kumpulkan secara tidak halal. Nasionalisme diperjual-belikan.

Pada era sebelum merdeka, semangat nasionalisme yang membara sangat dibutuhkan Indonesia. Para pejuang kemerdekaan bersama seluruh elemen masyarakat berjuang dengan caranya sendiri untuk mengusir penjajah. Tugas kita sebagai generasi penerus adalah mengisi kemerdekaan, tentu saja dengan cara masing-masing. Setiap orang dapat saja menjadi pahlawan di bidangnya masing-masing. Ukurannya, tentu saja seberapa besar kontribusi kita bagi nusa dan bangsa. Seorang pekerja LSM sebuah lembaga tidak bisa mengklaim dia lebih nasionalis dan lebih dari seorang pahlawan dibanding misalnya seorang pekerja di perusahaan migas di lepas pantai Jawa Timur.

Definisi pahlawan tidak lagi apakah seseorang terlibat aktif dalam memerangi penjajah. Pahlawan dan nasionalisme modern adalah seberapa jauh kita berjuang memberi yang terbaik bagi kepentingan bangsa. Dalam konteks pengelolaan sebuah blok migas, semangat nasionalisme bisa juga digelorakan. Nasionalisme Yes, Nasionalisasi No. Apa artinya sebuah sumber daya alam, katakanlah pertambangan, perkebunan, atau lapangan migas, dikelola oleh warga negara, tapi justru merusak alam dan bahkan hasilnya dikorupsi? Lihat misalnya Lapindo, sebagian besar ahli geologi masih mengklaim, luapan atau semburan lumpur lapindo merupakan akibat error pengeboran. Dampaknya semua kita tahu, puluhan ribu warga kehilangan rumah, sawah, kebun dan tempat tinggal. 

Apakah perusahaan swasta nasional, milik warga Indonesia, yang membakar hutan di Riau, Jambi dan Kalimantan, lebih baik dari sebuah perusahaan global yang berinvestasi di Indonesia dan menciptakan ribuan tenaga kerja dan patuh membayar pajak? Dewasa ini banyak pihak yang meniupkan isu nasionlisasi dan nasionalisme tidak pada tempatnya dan terkadang hanya digunakan sebagai kamuflase untuk memenuhi ambisi pribadi dan untuk kepentingan sendiri. Terkadang rakyat dimanfaatkan atau obyek penderita.

Karena itu, dalam memutuskan operator blok Mahakam, pemerintah perlu hati-hati. Evaluasi mendalam perlu dilakukan agar keputusan dibuat demi kebaikan dan kepentingan bangsa. Operator Blok Mahakam harus dapat menjamin kelangsugan produksi dan bahkan lebih optimal, mengurangi dan menangani setiap risiko yang muncul serta punya komitmen untuk berinvestasi baik untuk eksplorasi dan meningkatkan produksi. Tidak pada tempatnya lagi kita melihat apakah harus perusahaan lokal/nasional atau perusahaan asing. Perusahaan yang pantas mengelola blok migas (termasuk Blok Mahakam) adalah perusahaan yang berkompeten, entah asing atau lokal. Apa artinya sebuah perusahaan nasional, tapi tercemar praktek-praktek korupsi dan gratifikasi serta tidak menerapkan good corporate governance

Pemerintah telah memiliki tiga opsi terkait operatorship Blok Mahakam pasca 2017, operatorship tidak diperpanjang dan kemudian diserahkan ke perusahaan nasional, diperpanjang dan operator yang sekarang dipersilahkan melanjutkan pengelolaan blok Mahakam, dan opsi ketiga kolaborasi operator lama dan baru.
Operator yang sekarang, Total E&P Indonesie bersama Inpex, telah mengajukan keinginan agar operatorsip diperpanjang. Pada saat yang sama Pertamina dan belakangan beberapa perusahaan nasional tertarik untuk ikut berpartisipasi. 

Boleh jadi, opsi ketiga ini dapat menjadi opsi terbaik. Manfaatnya tentu banyak, operator baru tidak perlu mulai dari nol lagi karena masih ada operator lama. Pada periode tertentu dapat saja operator tetap sama, tapi beberapa tahun kemudian operator dapat beralih ke perusahaan nasional. Manfaat lainnya, kisruh atau gejolak internal dapat dihindari karena bakal tidak banyak terjadi perubahan culture dan sistem kerja. Kolaborasi juga dapat mempercepat proses transfer teknologi, apalagi Indonesia saat ini masih tertinggal dalam hal teknologi industri minyak dan gas bumi.

Beberapa kelompok masyarakat menginginkan Pertamina langsung menjadi operator. Namun, pemerintah perlu mempertimbangkan risiko yang bakal dialami. Bukan kita mengecilkan kemampuan Pertamina, tapi tujuannya agar tidak terjadi disruption pada pengelolaan Blok Mahakam. Pengelolaan sebuah blok migas memiliki risiko yang tinggi. Demikian juga Blok Mahakam, ada risiko bawaan yang harus dan perlu diantisipasi dan diatasi oleh operator. 

Pertanyaannya, mampukah perusahaan nasional mengatasi dan mengelola risiko yang bakal terjadi?  Perusahaan migas harus mampu mengelola risiko dan bila perlu menekan ke titik zero. Tingkat kecelakaan kerja harus ditekan ke titik nol. 

Menteri BUMN Dahlan Iskan beberapa waktu lalu mengakui masih banyak warga Indonesia yang masih meragukan kemampuan Pertamina. Dahlan Iskan sendiri mulai yakin akan kemampuan Pertamina. Tapi kita juga tidak bisa salahkan sebagian besar publik yang masih meragukan kemampuan Pertamina, apalagi bila melihat Pertamina yang tertinggal jauh di belakang Petronas, misalnya.  

Banyak kemajuan yang dicatat Pertamina, tapi masih banyak PR yang harus dikerjakan dan ditingkatkan. Ketidakefisienan operasional masih terjadi di sana-sini, baik di hulu maupun di hilir. BUMN Migas itu juga terkadang dan bahkan sering dijadikan sapi perahan oleh pihak-pihak tertentu yang mengekang laju dan perkembangan perusahaan. Praktek-praktek kotor, korupsi, kolusi dan nepotisme, masih belum sepenuhnya hilang. Warisan Orba masih ada. Isu kecelakaan kerja (safety) masih menjadi tanda tanya dengan melihat berbagai kecelakaan yang menimpa BUMN Migas itu dalam beberapa bulan atau tahun terakhir.

Pertamina memiliki keterbatasan baik dari sisi kapital dan teknologi dan kemampuan mengelola blok migas. Indonesia tak perlu malu untuk belajar dan berkolaborasi dengan perusahaan-perusahaan migas skala dunia. Dari sisi kemampuan berproduksi, tahun 2013 saja, produksi minyak dan gas Pertamina di bawah target yang ditetapkan. Tahun 2013, misalnya, Pertamina memproduksi 465.200 barel setara minyak, hanya naik 0,8 persen dibanding target sebesar 535.820 barel setara minyak.  Produksi masih jauh dari target.  

Dalam membangun kilang minyak, Pertamina membutuhkan mitra dalam. Membangun kilang minyak membutuhkan biaya ratusan triliun rupiah, karena itu wajar Pertamina perlu mitra. Demikian juga di sektor hulu, Pertamina perlu berkolaborasi dengan perusahaan migas global (IOC) dalam mengelola sebuah blok migas untuk mengurangi risiko (sharing risks), apalagi blok mengelola blok yang memiliki tingkat kompleksitas operasional dan risiko yang tinggi, seperti blok Mahakam. Dengan demikian, publik yang meragukan kemampuan Pertamina tidak bisa disalahkan, apalagi untuk urusan mengelola blok-blok migas yang kompleks seperti East Natuna dan Blok Mahakam.  (*)

No comments:

Post a Comment