Sebuah anjungan minyak dan gas lepas pantai |
Mereka juga melakukan pengecekan
untuk memastikan semua tahapan-tahapan, semua persyaratan telah dilewati dan
dilakukan, sehingga rencana dan program drilling dapat dilakukan tepat waktu. Mereka
memahami, pekerjaan yang sukses, diawali dengan perencanaan yang matang. Mereka
memastikan semua pekerjaan dilakukan dan mematuhi Standard Operating Procedure
(SOP) dan sesuai dengan ketentuan internal maupun eksternal atau peraturan
pemerintah.
Aktivitas seperti ini dapat kita
temui di kantor-kantor perusahaan migas. Sebagian besar kantor pusat berada di
Jakarta, namun, mereka memiliki wilayah operasional di berbagai pelosok tanah
air, dengan segala tantangan-tantangannya, termasuk kurangnya infrastruktur
pendukung di wilayah kerja (WK) migas. Kurangnya infrastruktur pendukung sangat
dirasakan terlebih untuk WK di kawasan timur Indonesia, apalagi WK berada di
kawasan remote atau frontier.
Berbeda dengan para pekerja migas
yang bekerja dan bekerja, melakukan eksplorasi minyak dan gas bumi, atau
memproduksi minyak dan gas bumi untuk mendukung ekonomi nasional, para politisi
hanya berkoar-koar, memberi janji palsu kepada masyarakat. Terkadang, dan bahkan sering, apa yang diucapkan
tidak dipahami. Mereka sering tidak memahami dan mengetahui pengetahuan yang
cukup tentang suatu subyek.
Lihatlah misalnya perdebatan para
bakal calon presiden dari Partai Demkorat. Para bakal calon Presiden ini melakukan debat kusir dari satu kota ke kota yang lain. Mereka mencoba
menarik perhatian publik, tapi tampaknya para politisi Partai Demokrat ini gagal
menarik perhatian publik. Ini terlihat dari berbagai survei yang dilakukan
belakangan ini.
Tokoh-tokoh yang menjadi calon presiden pun
tidak menarik perhatian publik. Tema yang diusung pun sering out of touch. Sebagai contoh isu
korupsi. Isu korupsi yang menjadi masalah utama hanya menjadi isu pinggiran
(marginal), tidak menjadi isu utama. Apakah ini akibat terlalu banyak
kasus-kasus korupsi yang melibatkan begitu banyak kader-kader Partai Demokrat?
Sebagian sudah menginap di hotel prodeo, sebagian sedang menjalani proses
pemeriksaan dan menginap di hotel prodeo KPK dan sebagian lagi sedang menanti
atau berpotensi menginap di hotel prodeo.
Yang terlibat korupsi, tentu bukan
hanya politisi atau kader-kader PD, tapi juga partai-partai lain, seperti PKS
yang terlibat kasus impor sapi, kader-kader partai Golkar, antara lain, Ratu
Atut, gubernur Banten yang kini, terpaksa menginap di hotel prodeo KPK karena
terlibat kasus korupsi. Parahnya, anggota keluarganya pun ikut terseret seperti
Wawan, suami Airin, Walikota Tangerang Selatan. Kasus-kasus korupsi ini telah
memukul Partai Keadilan Sosial (PKS) dan Golkar. Demikian juga, dengan
partai-partai lain. Beberapa kader partai PDI Perjuangan (PDIP) juga terlibat
kasus korupsi. Rasa-rasanya sulit untuk menemukan partai yang bersih.
Kita sebagai pemegang saham Republik
ini tentu merasa prihatin yang mendalam dengan situasi ini. Kita juga mengecam para politisi yang hanya ngomong doang, menjual tidak pada tempatnya, sekadar untuk menarik perhatian publik. Pengelolaan sebuah blok migas, tidak seharusnya dijadikan komoditas politik. Mengelola sebuah blok migas, apalagi blok-blok migas yang kompleks, seperti blok Mahakam, blok Masela, blok East Natuna, atau blok-blok yang berada di laut dalam, sebaiknya diserahkan ke ahlinya yang lebih memahami dan berkompeten. Tapi itulah wajah politik Indonesia saat ini.
Saat para pekerja, termasuk pekerja industri migas, berusaha, bekerja, para politisi hanya berkoar-koar, ngibulin rakyat saja. Rakyat hanya diperhatikan atau pura-pura diperhatikan saat jelang pemilu seperti sekarang ini. Para politisi atau calon presiden PD, misalnya, akhir pekan lalu, mencoba menjual isu Blok Mahakam, dalam perdebatan mereka. Pengelolaan sebuah blok dijadikan isu untuk menarik simpati publik.
Kita tidak tahu, entah blok migas mana lagi yang bakal 'dijual' sebagai komoditas politik.
Saat para pekerja, termasuk pekerja industri migas, berusaha, bekerja, para politisi hanya berkoar-koar, ngibulin rakyat saja. Rakyat hanya diperhatikan atau pura-pura diperhatikan saat jelang pemilu seperti sekarang ini. Para politisi atau calon presiden PD, misalnya, akhir pekan lalu, mencoba menjual isu Blok Mahakam, dalam perdebatan mereka. Pengelolaan sebuah blok dijadikan isu untuk menarik simpati publik.
Kita tidak tahu, entah blok migas mana lagi yang bakal 'dijual' sebagai komoditas politik.
Namun, upaya para politisi tersebut tampaknya gagal. Publik lewat
media-media online malah menyindir dengan mengatakan, lebih baik para politisi
tersebut mengurus dan membersihkan internal partai dulu, sebelum mengurus kepentingan
publik. Hapus dulu praktek-praktik korupsi, baru setelah itu berbicara isu-isu
lain.
Sebagai warga negara, kita memberi
apresiasi terhadap perusahaan-perusahaan swasta yang tetap komit dengan
pekerjaannya, termasuk perusahaan dan pekerja migas. Beberapa perusahaan dan
investor migas, tetap melanjutkan upaya dan program mereka melakukan eksplorasi
dan memproduksi minyak dan gas bumi. Mereka berupaya mendukung upaya pemerintah
untuk mengatasi krisis energi. Gas bumi tersebut antara lain dikirim ke PLN
untuk memproduksi listrik, yang kemudian dikirim ke rumah-rumah warga, termasuk
rumah para politisi ini.
Salah satu perusahaan migas yang
tetap komit melakukan eksplorasi tersebut adalah Total E&P Indonesie,
perusahaan migas raksasa asal Perancis. Blok Mahakam, yang dikelola Total
hingga 2017, tetap bekerja secara profesional walaupun jadi ‘obyek jualan’ para
politisi. Seperti yang diberitakan di beberapa media beberapa waktu lalu,
perusahaan ini akan melakukan eksplorasi di lepas pantai (laut dalam) Mentawai,
Sumatera Barat. Sekitar US$40 juta (atau sekitar Rp400 miliar lebih) dana
digunakan untuk kegiatan eksplorasi tersebut.
Perusahaan migas Italia ENI juga
baru-baru ini dilaporkan akan melakukan eksplorasi serta mengembangkan proyek
laut dalam di Selat Makassar. Beberapa perusahaan telah ditunjuk untuk
mengembangkan proyek Eni di Selat Makassar tersebut, yang diperkirakan bakal
mulai berproduksi tahun 2017.
Perusahaan-perusahaan seperti Total
dan ENI merupakan perusahaan kelas dunia yang dikontrak pemerintah Indonesia
untuk mengerjakan proyek-proyek raksasa dan yang kompleks.
Perusahaan-perusahaan migas global (IOC) berani mengambil risiko berinvestasi mulai
dari ratusan miliar hingga puluhan triliun rupiah untuk mengeksplorasi maupun
produksi minyak. Hasil produksi mereka, termasuk gas bumi, digunakan oleh
perusahaan-perusahaan di tanah air, termasuk PLN dan industri keramik di tanah
air.
Partisipasi perusahaan swasta, entah
nasional atau international, patut diapresiasi. Indonesia yang welcome terhadap
masuknya investasi asing, selayaknya tidak melakukan anti-asing atau anti kehadiran
perusahaan-perusahaan asing. Yang paling penting sebenarnya, seberapa besar dan
seberapa optimal sebuah perusahaan memberi kontribusi bagi kemajuan bangsa dan
ekonomi Indonesia.
Kita prihatin dan
mengecam para politisi yang hanya berkoar-koar masalah yang mereka
sendiri tidak pahami, sekadar untuk kepentingan sendiri. Indonesia saat
ini membutuhkan pemimpin dan para politisi untuk berjuang dan bekerja
untuk kesejahteraan rakyat, bukan untuk menjadikan rakyat sebagai alat
untuk memperkaya diri. (*)
Mana yg lebih baik, Blok Mahakam dikelola oleh operator yg sekarang, yakni Total E&P Indonesia atau diserahkan ke operator baru?
ReplyDeleteBagi saya, tidak penting siapa yang mengelola. Yg terpenting produksi Blok Mahakam terus berlanjut, dan memberikan kontribusi lebih kpd negara/bangsa. Operator harus bisa meyakinkan 240 jt penduduk Indonesia bhw dia punya kemampuan utk mempertahankan dan bahkan meningkatkan lagi produksi Blok Mahakam.
ReplyDeleteTerkait operator blok Mahakam setelah 2017, kita berharap pemerintah akan membuat keputusan bijak dan terbaik bagi bangsa, Bukan atas dasar tekanan politik, yg hasilnya bisa menjadi bumerang bagi bangsa. Tolok ukurnya, operator dpt menjamin produksi Blok Mahakam dpt terus berlanjut dan bahkan lebih optimal, shg berkontribusi lebih besar lagi bagi pendapatan negara dan kesejahteraan rakyat. Bila diserahkan ke operator baru, bisa2 produksi langsung anjlok. Ini hrs dipertimbangkan pemerintah.
ReplyDeleteDi media2 kita dengar Pertamina ingin jadi operator blok Mahakam. Pertanyaannya, apakah efisien Pertamina menginvestasi di blok yg sudah tua? Apa manfaatnya bagi pemerintah? Bukankah lebih baik dana US$2-3 miliar setiap thn investasi, dialokasikan ke blok2 Pertamina yg masih idle? Dari kacamata pemerintah, tdk ada manfaat lebihnya dan tak ada nilai tambah apa2 bila Pertamina kelola Blok Mahakam. Bisa jadi produksi jg turun dalam 2-3 thn pertama, dan tentu merugikan pemerintah sendiri. Dampak lain, pemerintah akan kehilangan potensi masuknya investasi besar utk pengembangan lanjutan blok tua tsb.
ReplyDelete