Thursday 30 January 2014

Total E&P Kini Dipimpin Eksekutif Indonesia, Positif untuk Industri Migas

Hardy Pramono, Presiden Total E&P 
Mayoritas perusahaan minyak dan gas skala dunia (oil majors) yang beroperasi di Indonesia dipimpin oleh negara asal perusahaan tersebut. Namun, kecenderungan tersebut mulai berubah. Beberapa perusahaan migas raksasa dunia yang beroperasi di Indonesia mulai mempercayakan posisi puncak perusahaan kepada putra-putri bangsa. Yang teranyar adalah Hardy Pramono. Ia secara resmi diangkat untuk menjadi Presiden Direktur Total E&P Indonesie, menggantikan Elisabeth Proust, yang telah cukup lama memimpin perusahaan migas raksasa asal Perancis tersebut. 

Ini untuk pertama kali Total E&P Indonesie dipimpin oleh orang Indonesia
sejak mulai beroperasinya di Indonesia tahun 1976. Tentu saja pengangkatan Hardy Pramono menjadi sejarah baru bagi Total E&P Indonesie. Hardy Pramono bukanlah orang baru di perusahaan asal Perancis tersebut. Ia telah malang melintang bekerja di perusahaan, tidak hanya di Indonesia tapi juga di negara lain. Sebelum diangkat jadi Presiden Direktur, Pramono memegang posisi Executive Vice President East Kalimantan District & Operation.
Elisabeth Proust telah menjadi Presiden Direktur dan General Manajer Total E&P Indonesie sejak 2008. Proust juga sempat menjadi Presiden Indonesia Petroleum Associaton periode 2012, menggantikan Jim Taylor. Ia juga menjadi anggota IPA sejak 2009 dan menjadi pejabat di IPA pada 2010.

PT Chevron Pacific Indonesia merupakan salah satu perusahaan migas dunia yang juga telah dipimpin oleh orang Indonesie. Saat ini, CPI dipimpin oleh Abdul Hamid Batubara sebagai Presiden Direktur. Selain itu, perusahaan migas global lain yang juga kini dipegang oleh putra Indonesia adalah Marjolijn Wajong, yang menjabat sebagai GM Santos Indonesia.

Apa arti penting pengangkatan Hardy Pramono sebagai Presiden Direktur Total E&P Indonesie? Pertama, perusahaan migas global sudah memiliki sistem, corporate culture dan tata kelola yang sudah terbentuk dengan rapih. Jadi, siapapun yang memegang jabatan sebagai Presiden Direktur, tidak akan terjadi guncangan atau perubahan-perubahan yang drastis. Dengan demikian, dari sisi operasional, tidak akan ada kejutan-kejutan. 

Kedua, equal opportunities atau kesempatan yang sama. Rata-rata perusahaan global dan kelas dunia sangat memegang teguh prinsip persamaan bagi setiap karyawan. Tentu tidak ada kolusi agar bisa naik jabatan. Siapa yang berkompeten dan berprestasi, dia memiliki peluang mengembangkan karirnya, hingga ke posisi puncak. Perusahaan seperti Total merekrut tenaga-tenaga lokal yang berkompeten, punya kemampuan untuk berkembang. 


Mereka diberi training, pelatihan serta kesempatan magang di negara lain untuk menimba ilmu. Ini merupakan salah satu magnet, banyak insinyur Indonesia lulusan perguruan tinggi ternama di Indonesia memilih perusahaan-perusahaan skala global, karena mereka akan dapat belajar banyak dan dapat meningkatkan keahlian mereka. Semangat profesionalisme betul-betul ditanamkan pada setiap karyawan.

Diangkatnya Hardy Pramono sebagai Presiden Direktur Total E&P Indonesie juga positif bagi industri migas nasional. Sebagai seorang profesional di bidangnya, Hardy Pramono dapat memberikan masukan kepada pemerintah bagaimana mengembangkan industri minyak dan gas bumi ke depannya. Sebagai warga negara yang bekerja di perusahaan multi-nasional, boss Total Indonesie ini seharusnya tidak akan menemukan kendala berarti dalam menjalin komunikasi dengan pemerintah pusat, daerah, masyarakat lokal maupun stakeholders lainnya.

Naiknya Hardy Pramono sebagai pemimpin puncak Total E&P Indonesie juga dapat diartikan sebagai semakin menyatunya perusahaan asal Perancis ini dengan masyarakat lokal. Posisinya dia sebelumnya sebagai Executive Vice President East Kalimantan District & Operation akan memudahkan Total E&P dalam mempererat hubungan dengan pemerintah lokal di Kalimantan Timur maupun stakeholders lainnya. Apalagi, Total E&P sudah hadir di Kaltim sekitar 40 tahun, dan tentu sudah ada saling pengertian yang mendalam, antara Perseroan dengan mitra bisnis, maupun dengan masyarakat. 

Jelas tantangan yang akan dihadapi Presiden Direktur Total E&P Indonesie ini tidaklah mudah. Ia naik bukan saat jaya-jayanya Blok Mahakam, tapi saat blok ini memasuki usia uzur. Sekitar 80% cadangan minyak dan gas bumi Blok Mahakam sudah dieksploitasi atau diproduksi. Tinggal 20% lagi yang belum dikembangkan. Dari sisi operasional, mengembangkan blok Mahakam kedepan tidaklah mudah. Dibutuhkan investasi besar setiap tahun serta teknologi tinggi untuk mengangkat minyak dan gas dari perut bumi.  

Total sendiri telah menyatakan komitmennya untuk melakukan investasi dalam tahun-tahun mendatang. Paling tidak US$7,3 miliar akan diinvestasikan dalam lima tahun kedepan untuk pengembangan lanjutan Blok Mahakam. 

Saat ini ada beberapa proyek yang sedang dikembangkan Total, yaitu Proyek Peciko 7B, Sisi Nubi 2B, dan South Mahakam Fase 3. Total E&P sedang menyelesaikan pemasangan 3 anjungan dengan investasi sekitar US$2 miliar untuk mengembangkan Peciko 7B, dan Sisi Nubi 2B yang ditargetkan mulai berproduksi pada 2014 ini.  

Bagi pemerintah, produksi Mahakam masih dianggap strategis karena produksi gas dari Blok Mahakam menyuplai sekitar 80% kebutuhan gas pada fasilitas LNG di Bontang, Kalimantan Timur. Karena itu, Total maupun pemerintah memiliki kepentingan yang sama untuk mempertahankan tingkat produksi dan melanjutkan pengembangan Blok Mahakam. Faktor kesinambungan produksi kemungkinan akan menjadi salah satu pertimbangan pemerintah dalam menentukan operator Blok Mahakam pasca 2017. 

Total E&P, dengan mitranya Inpex Corp, telah mengajukan proposal perpanjangan hak pengelolaan Blok Mahakam. Pelaku industri migas berharap pemerintah segera memutuskan operator baru, apakah memperpanjang, tidak diperpanjang atau menerapkan skema baru engan melibatkan operator lama. (*)

No comments:

Post a Comment