Darurat Bencana! |
Di sebuah sudut kafe di Bogor, tiga orang sahabat lama berkumpul. Ketiganya adalah lulusan sebuah institut teknologi terkemuka di Bandung. Saat ini, mereka bekerja di tempat yang berbeda-beda. Sambil menyeruput kopi panas, mereka berbincang-bincang santai mulai dari masalah pekerjaan, bisnis, hingga masalah yang umum. Salah seorang mengajukan pertanyaan yang menggelitik. Indonesia saat ini sedang darurat. Apa itu?
Mocthar menjawab, "Yang jelas, saat ini Indonesia sedang menghadapi Darurat Bencana. Lihat saja masalah di sekitar kita, media televisi, koran dan online, semua memberitakan masalah bencana, mulai dari bencana banjir, banjir bandang, letusan gunung api, dan bencana lainnya."
Anton menimpali, bagi saya bencana yang lebih dahsyat adalah Korupsi. Bencana banjir, tanah longsor atau letusan gunung api terjadi barangkali hanya 1-2 bulan selama setahun. Tapi korupsi? Terjadi merata dan masif, mulai dari pusat hingga daerah, dari para elit politik dan birokrat hingga kepala desa.
Negara dan rakyat dirugikan triliun rupiah setiap tahun akibat korupsi. Ratusan miliar bahkan triliunan dana kontribusi sektor minyak dan gas bumi yang masuk ke APBN, kemudian bocor alias dikorupsi baik di pusat maupun di daerah. Jadi Indonesia saat ini menghadapi Darurat Korupsi yang harus diatasi dan dilawan.
Anton kemudian mengoceh panjang lebar tak kalah dengan Wakil Rakyat di Senayan menyebut satu per satu kasus korupsi besar yang sedang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seperti kasus Hambalang yang melibatkan mantan petinggi dan elit Partai Demokrat, dugaan penyelewengan (korupsi) dana bailout Bank Century, kasus impor sapi yang melibatkan mantan presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), kasus korupsi Akil Mochtar, mantan Ketua Mahkama Konstitusi (MK). Konon, AM yang turut berperan dalam membubarkan BPMIGAS dan pendukung gerakan nasionalisasi migas, didakwa menerima puluhan dan bahkan ratusan miliar terkait kasus dispute terkait Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Baru-baru ini, KPK bahkan menemukan puluhan miliar uang yang disembunyikan di rumah dinas AM.
Tidak hanya itu, masih banyak kasus korupsi lain, seperti kasus simulasi SIM yang melibatkan oknum petinggi Polri, kasus suap Cheque yang melibatkan puluhan anggota DPR terkait pemilihan gubernur Bank Indonesia. Puluhan mantan dan Kepala Daerah aktif juga terlibat korupsi. Ya, tidak salah, negara ini memang sedang Darurat Korupsi.
Budi Raharjo, yang kini bekerja di sebuah perusahaan minyak dan gas bumi, mengiyakan pendapat kedua kawannya itu. Tapi, ia menambahkan satu darurat lagi. Darurat Energi. Masalah energi, kata Budi, telah, sedang, dan akan terus menjadi problem utama bagi Indonesia. Lihat saja, perdebatan tentang subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang terus menghantui Indonesia dari tahun ke tahun. Akar persoalannya, adalah penurunan produksi minyak di hulu. Produksi minyak Indonesia telah turun menjadi hanya 830.000 barel per hari saat ini dari 1,6 juta bph pertengahan tahun 1995. Padahal konsumsi BBM Indonesia menjadi 1,5 juta bph. Artinya, Indonesia mengimpor separuh dari kebutuhan BBM.
Patut disayangkan, kata Budi, kegiatan eksplorasi untuk mencari cadangan migas berkurang. Indonesia saat ini hanya berproduksi dari cadangan yang ditemukan belasan dan puluhan tahun lalu. Tanpa ada tambahan cadangan, maka Indonesia akan menghadapi krisis energi hebat dalam tahun-tahun mendatang. "Jadi bagi saya, Indonesia saat ini sedang menghadapi Darurat Energi," ujar Budi.
Obrolan ringan ketiga warga bangsa di atas merupakan cerminan kegundahan putra-putri bangsa dewasa Indonesia. Banjir yang melanda ibu kota Jakarta telah melumpuhkan sebagian aktivitas masyarakat ibu kota Jakarta. Distribusi barang terganggu. Di utara pulau Jawa, jalan Pantura terputus, tidak bisa dilewati akibat tergenang air. Di Manado, belasan jiwa melayang dan ratusan rumah rusak akibat terjangan banjir bandang. Berbagai kota dan wilayah di Jawa Tengah juga terendam banjir dan merusak tanaman padi.
Banjir yang terjadi di Jakarta antara lain diakibatkan oleh curah hujan yang tinggi di puncak. Air langsung mengalir deras melalui sungai Ciliwung dan Cisadane dan sungai-sungai kecil lainnya. Tidak ada infrastruktur dam atau waduk yang menampung air. Di Jakarta sendiri, sistem drainase juga buruk karena tertutup oleh sampah-sampah. Sistem drainase dan kanal yang ada saat ini bahkan sebagian besar dibangun pada zaman Belanda. Buruknya infrastruktur juga turut menyebabkan banjir dan air tergenang dimana-mana.
Demikian juga kasus-kasus korupsi. Tidak heran bila berbagai lembaga internasional menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan urutan teratas untuk dalam hal peringkat korupsi. Pada zaman Orba, seperti kekuasaan, korupsi terpusat di pusat pemerintahan dan Ring Satu. Setelah Reformasi, kekuasaan terpecah-pecah. Sebagian otoritas pusat diberikan ke Pemerintah Daerah sejalan dengan undang-undang Otonomi Daerah. Implikasinya, korupsi juga menyebar ke daerah. Izin-izin diperjual belikan. Korupsi tidak hanya terjadi pada lembaga eksekutif, tapi juga lembaga Yudikatif dan Legislatif. Benar, Indonesia saat ini sedang DARURAT KORUPSI.
Kita sepakat dengan darurat yang ketiga, yaitu Darurat Energi. Energi itu ibarat darah dalam tubuh manusia. Energi sangat vital bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Energi berperan sangat penting dalam mendukung aktivitas perekonomian. Listrik, misalnya, sangat dibutuhkan oleh sebuah industri untuk menggerakan mesin-mesin industri. Listrik tidak datang begitu saja, tapi dihasilkan oleh sumber lain, bisa berupa minyak dan gas bumi, panas bumi, solar, air, batu bara, angin dan lain.
Saat ini, sekitar 70-80% sumber energi kita datang dari minyak dan gas bumi, sementara sumber energi baru dan terbarukan belum signifikan. Minyak dan gas bumi masih akan tetap menjadi sumber energi yang vital bagi Indonesia kedepan. Untuk itu, pemerintah harus tetap fokus mengembangkan sektor migas, terutama investasi eksplorasi. Eksplorasi perlu ditingkatkan untuk meningkatkan cadangan. Tanpa eksplorasi, mustahil cadangan migas Indonesia meningkat.
Untuk mendorong investor berinvestasi di sektor migas tidak mudah karena saat ini investasi eksplorasi kian sulit dan membutuhkan biaya dan teknologi tinggi. Alasannya, sebagian besar Wilayah Kerja (WK) yang ada berada di laut lepas, yang sebagiannya berada di laut dalam (lepas pantai). Beberapa blok migas tergolong kompleks dan rumit untuk dikembangkan seperti Blok East Natuna, Blok Mahakam, blok-blok migas di selat Makassar serta Blok Masela.
Blok East Natuna saat ini belum dikembangkan karena elemen karbondioxida yang tinggi. Blok Mahakam juga tergolong kompleks dan rumit karena berada di daerah rawa-rawa dan telah berproduksi 40 tahun lebih. Dibutuhkan effort yang lebih keras lagi serta dana yang lebih besar dan teknologi untuk mengembangkan Blok Mahakam. Karena itu, kedepannya, operator blok Mahakam harus perusahaan yang betul-betul memahami karakter blok ini agar risiko bisa ditekan dan produksi optimal.
Untuk mengatasi Darurat Energi, Indonesia perlu mengembangkan sumber energi fossil dan non-fossil atau baru dan terbarukan. Tugas pemerintah adalah menciptakan iklim investasi yang kondusif, menciptakan kepastian hukum dan berusaha serta kemudahan-kemudahan dalam berinvestasi, termasuk insentif fiskal. Kita berharap pemerintah, baik pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat ini dan pemerintah yang akan datang mampu mengatasi Tiga Darurat yang dihadapi Indonesia saat ini, yaitu, Darurat Bencana, Darurat Korupsi dan Darurat Energi. (*)
Mocthar menjawab, "Yang jelas, saat ini Indonesia sedang menghadapi Darurat Bencana. Lihat saja masalah di sekitar kita, media televisi, koran dan online, semua memberitakan masalah bencana, mulai dari bencana banjir, banjir bandang, letusan gunung api, dan bencana lainnya."
Akil Mochtar, mantan Ketua MK. Darurat Korupsi! |
Negara dan rakyat dirugikan triliun rupiah setiap tahun akibat korupsi. Ratusan miliar bahkan triliunan dana kontribusi sektor minyak dan gas bumi yang masuk ke APBN, kemudian bocor alias dikorupsi baik di pusat maupun di daerah. Jadi Indonesia saat ini menghadapi Darurat Korupsi yang harus diatasi dan dilawan.
Anton kemudian mengoceh panjang lebar tak kalah dengan Wakil Rakyat di Senayan menyebut satu per satu kasus korupsi besar yang sedang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seperti kasus Hambalang yang melibatkan mantan petinggi dan elit Partai Demokrat, dugaan penyelewengan (korupsi) dana bailout Bank Century, kasus impor sapi yang melibatkan mantan presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), kasus korupsi Akil Mochtar, mantan Ketua Mahkama Konstitusi (MK). Konon, AM yang turut berperan dalam membubarkan BPMIGAS dan pendukung gerakan nasionalisasi migas, didakwa menerima puluhan dan bahkan ratusan miliar terkait kasus dispute terkait Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Baru-baru ini, KPK bahkan menemukan puluhan miliar uang yang disembunyikan di rumah dinas AM.
Pipa Gas. Indonesia hadapi Darurat Energi! |
Budi Raharjo, yang kini bekerja di sebuah perusahaan minyak dan gas bumi, mengiyakan pendapat kedua kawannya itu. Tapi, ia menambahkan satu darurat lagi. Darurat Energi. Masalah energi, kata Budi, telah, sedang, dan akan terus menjadi problem utama bagi Indonesia. Lihat saja, perdebatan tentang subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang terus menghantui Indonesia dari tahun ke tahun. Akar persoalannya, adalah penurunan produksi minyak di hulu. Produksi minyak Indonesia telah turun menjadi hanya 830.000 barel per hari saat ini dari 1,6 juta bph pertengahan tahun 1995. Padahal konsumsi BBM Indonesia menjadi 1,5 juta bph. Artinya, Indonesia mengimpor separuh dari kebutuhan BBM.
Patut disayangkan, kata Budi, kegiatan eksplorasi untuk mencari cadangan migas berkurang. Indonesia saat ini hanya berproduksi dari cadangan yang ditemukan belasan dan puluhan tahun lalu. Tanpa ada tambahan cadangan, maka Indonesia akan menghadapi krisis energi hebat dalam tahun-tahun mendatang. "Jadi bagi saya, Indonesia saat ini sedang menghadapi Darurat Energi," ujar Budi.
Obrolan ringan ketiga warga bangsa di atas merupakan cerminan kegundahan putra-putri bangsa dewasa Indonesia. Banjir yang melanda ibu kota Jakarta telah melumpuhkan sebagian aktivitas masyarakat ibu kota Jakarta. Distribusi barang terganggu. Di utara pulau Jawa, jalan Pantura terputus, tidak bisa dilewati akibat tergenang air. Di Manado, belasan jiwa melayang dan ratusan rumah rusak akibat terjangan banjir bandang. Berbagai kota dan wilayah di Jawa Tengah juga terendam banjir dan merusak tanaman padi.
Banjir yang terjadi di Jakarta antara lain diakibatkan oleh curah hujan yang tinggi di puncak. Air langsung mengalir deras melalui sungai Ciliwung dan Cisadane dan sungai-sungai kecil lainnya. Tidak ada infrastruktur dam atau waduk yang menampung air. Di Jakarta sendiri, sistem drainase juga buruk karena tertutup oleh sampah-sampah. Sistem drainase dan kanal yang ada saat ini bahkan sebagian besar dibangun pada zaman Belanda. Buruknya infrastruktur juga turut menyebabkan banjir dan air tergenang dimana-mana.
Demikian juga kasus-kasus korupsi. Tidak heran bila berbagai lembaga internasional menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan urutan teratas untuk dalam hal peringkat korupsi. Pada zaman Orba, seperti kekuasaan, korupsi terpusat di pusat pemerintahan dan Ring Satu. Setelah Reformasi, kekuasaan terpecah-pecah. Sebagian otoritas pusat diberikan ke Pemerintah Daerah sejalan dengan undang-undang Otonomi Daerah. Implikasinya, korupsi juga menyebar ke daerah. Izin-izin diperjual belikan. Korupsi tidak hanya terjadi pada lembaga eksekutif, tapi juga lembaga Yudikatif dan Legislatif. Benar, Indonesia saat ini sedang DARURAT KORUPSI.
Kita sepakat dengan darurat yang ketiga, yaitu Darurat Energi. Energi itu ibarat darah dalam tubuh manusia. Energi sangat vital bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Energi berperan sangat penting dalam mendukung aktivitas perekonomian. Listrik, misalnya, sangat dibutuhkan oleh sebuah industri untuk menggerakan mesin-mesin industri. Listrik tidak datang begitu saja, tapi dihasilkan oleh sumber lain, bisa berupa minyak dan gas bumi, panas bumi, solar, air, batu bara, angin dan lain.
Saat ini, sekitar 70-80% sumber energi kita datang dari minyak dan gas bumi, sementara sumber energi baru dan terbarukan belum signifikan. Minyak dan gas bumi masih akan tetap menjadi sumber energi yang vital bagi Indonesia kedepan. Untuk itu, pemerintah harus tetap fokus mengembangkan sektor migas, terutama investasi eksplorasi. Eksplorasi perlu ditingkatkan untuk meningkatkan cadangan. Tanpa eksplorasi, mustahil cadangan migas Indonesia meningkat.
Untuk mendorong investor berinvestasi di sektor migas tidak mudah karena saat ini investasi eksplorasi kian sulit dan membutuhkan biaya dan teknologi tinggi. Alasannya, sebagian besar Wilayah Kerja (WK) yang ada berada di laut lepas, yang sebagiannya berada di laut dalam (lepas pantai). Beberapa blok migas tergolong kompleks dan rumit untuk dikembangkan seperti Blok East Natuna, Blok Mahakam, blok-blok migas di selat Makassar serta Blok Masela.
Blok East Natuna saat ini belum dikembangkan karena elemen karbondioxida yang tinggi. Blok Mahakam juga tergolong kompleks dan rumit karena berada di daerah rawa-rawa dan telah berproduksi 40 tahun lebih. Dibutuhkan effort yang lebih keras lagi serta dana yang lebih besar dan teknologi untuk mengembangkan Blok Mahakam. Karena itu, kedepannya, operator blok Mahakam harus perusahaan yang betul-betul memahami karakter blok ini agar risiko bisa ditekan dan produksi optimal.
Untuk mengatasi Darurat Energi, Indonesia perlu mengembangkan sumber energi fossil dan non-fossil atau baru dan terbarukan. Tugas pemerintah adalah menciptakan iklim investasi yang kondusif, menciptakan kepastian hukum dan berusaha serta kemudahan-kemudahan dalam berinvestasi, termasuk insentif fiskal. Kita berharap pemerintah, baik pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat ini dan pemerintah yang akan datang mampu mengatasi Tiga Darurat yang dihadapi Indonesia saat ini, yaitu, Darurat Bencana, Darurat Korupsi dan Darurat Energi. (*)
No comments:
Post a Comment