Blok Mahakam yang dikembangkan oleh Total E&P Indonesie dan mitranya Inpex Corp,
masih berperan signifikan dalam menopang
produksi gas nasional. Hanya memang kedepan, pengembangan blok ini tidak bisa
dilakukan lagi secara biasa-biasa saja, karena kondisi lapangan-lapangan yang
sudah tua, sehingga membutuhkan investasi besar dan teknologi mutakhir untuk
mengangkat minyak dan gas bumi dari perut bumi.
Baru-baru ini sebuah perusahaan riset industri Reportbuyer.com mempublikasikan sebuah
studi tentang prospek industri hulu minyak dan gas bumi di Asia Tenggara, yang
mencakup Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam, Filipina, Kamboja, Brunei
Darussalam dan Myanmar. Laporan tersebut juga mendiskusikan potensi dan
perubahan peta kompetisi pada industri pendukung minyak dan gas bumi seperti drilling
rig, pipa dan anjungan minyak dan gas lepas pantai. Juga dibahas pendorong
serta tantangan pada aktivitas eksplorasi dan produksi di kawasan ini.
Beberapa poin penting dari laporan
tersebut, antara lain:
* * *
Sebuah Anjungan Migas lepas pantai |
(1)
Secara global ada peningkatan aktivitas eksplorasi dan
produksi minyak dan gas bumi. Peningkatan kegiatan eksplorasi antara lain
didorong oleh menurunnya tingkat produksi lapangan-lapangan migas yang sudah
berproduksi dan perlu diganti dengan produksi dari lapangan-lapangan migas
baru. Namun, tingkat kesuksesan eksplorasi cenderung menurun.
(2)
Biaya untuk mencari dan memproduksi hidrokarbon telah
meningkat secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Pengambangan
lapangan minyak dan gas baru menuntut solusi baru yang lebih kompleks sehingga
menelan biaya investasi lebih besar. Pada sisi lain, teknologi baru tersedia
sehingga membuka pintu bagi pengembangan blok-blok migas, yang sebelumnya
tampak sulit dilakukan
(3)
Isu Keamanan Energi (Energy Security) menjadi isu yang
strategis bagi banyak negara di kawasan ini. Hal ini mendorong pemerintah
negara-negara Asia Tenggara untuk mendapatkan kepastian suplai Minyak dan Gas
Bumi. Minyak dan Gas merupakan salah satu kontributor utama terhadap
pertumbuhan PDB bagi negara-negara penghasil minyak dan gas bumi.
(4)
Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang
menjanjikan potensi pasar dengan tingkat
pertumbuhan yang tinggi. Indonesia, Malaysia dan Brunei merupakan tiga negara
di kawasan Asia Tenggara yang memiliki perusahaan minyak dan gas bumi yang
sudah berpengalaman (well-established).
Kegiatan industri hulu migas di Thailand, Vietnam dan Filipina juga telah
menunjukkan peningkatan. Myanmar dan Kamboja merupakan dua negara yang baru
membuka industri minyak dan gas bumi ke dunia luar.
(5)
Malaysia dan Indonesia menawarkan peluang bagi
pengembangan lapangan atau blok-blok migas laut dalam dan marginal.
(6)
Asia Tenggara berpotensi menjadi global hot spots dalam lima tahun mendatang didorong oleh cadangan
hidrokarbon yang menarik, lingkungan business yang mendukung serta pertumbuhan
ekonomi yang sustainable.
(7)
Investasi industri migas di Asia Tenggara didorong oleh
perusahaan-perusahaan migas nasional dan internasional (IOCs) yang telah
beroperasi di negara-negara kawasan ini, terutama di Malaysia dan Indonesia.
Malaysia tampaknya berupaya menjadi hub industri minyak dan gas bumi di Asia
Tenggara. Negara ini juga berinvestasi mengembangkan infrastruktur migas hilir
untuk menopang industri migas yang berkesinambungan.
Laporan Reportbuyer.com tersebut menarik untuk
disimak. Satu hal yang perlu diwaspadai Indonesia adalah bahwa saat ini dan
tahun-tahun mendatang Indonesia akan bersaing ketat dengan negara-negara
tetangga di kawasan Asia Tenggara, tidak hanya dengan Malaysia dan Thailand
tetapi juga dengan Vietnam dan Kamboja. Persaingan terutama dalam mendatang
investasi untuk mengembangkan industri migas.
Memang industri migas Indonesia tergolong
industri yang matured, apalagi
Indonesia pernah menjadi anggota OPEC. Tapi kini Indonesia tidak lagi menjadi
negara pengekspor minyak sejak pertengahan tahun 2000-an setelah Indonesia
menjadi negara pengimpor minyak. Indonesia bahkan kini memiliki tantangan yang
lebih berat untuk menghadapi produksi minyak yang cenderung turun, serta
peningkatan investasi migas yang lambat. Bahkan beberapa proyek migas tertunda akibat
kendala teknis dan non-teknis. Menjadi PR pemerintah, baik yang sedang
berkuasa, maupun pemerintah hasil pemilihan umum nanti untuk mendorong
investasi.
Beberapa blok migas utama saat ini menuntut
perhatian serius pemerintah, antara lain Blok Masela di laut Arafura yang
dikembangkan Inpex Corp bersama Shell. Proyek yang menelan US$5,5 miliar
merupakan proyek floating LNG (FLNG) pertama di Indonesia. Selain itu, Blok
Mahakam, yang kontraknya akan berakhir akhir Maret 2017.
Blok Mahakam yang dikembangkan oleh Total E&P
Indonesie dan mitranya Inpex, masih berperan signifikan dalam menopang produksi
gas nasional. Hanya memang kedepan, pengembangan blok ini tidak bisa dilakukan
lagi secara biasa-biasa saja, karena kondisi lapangan-lapangan yang sudah tua,
sehingga membutuhkan investasi besar dan teknologi mutakhir untuk mengangkat
minyak dan gas bumi dari permukaan tanah. Blok Mahakam butuh investasi yang
lebih besar lagi untuk mencegah penurunan produksi ilmiah. Karena itu, penting
bagi pemerintah untuk segera membuat keputusan terkait operator Blok Mahakam
pasca 2017 sehingga rencana investasi lanjutan dapat disiapkan jauh-jauh hari.
(*)
No comments:
Post a Comment