Wednesday 11 September 2013

Keputusan Kontrak Blok Mahakam Idealnya Dilakukan Tahun 2013


Fasilitas produksi Blok Mahakam
Beberapa hari yang lalu beberapa anggota Komisi VII DPR, Republik Indonesia, memberikan komentar terkait pengelolaan Blok Mahakam, yang terletak di Kalimantan Timur. Memang masih ada perbedaan pendapat terkait hak pengelolaan Blok Mahakam. Namun, satu hal yang disepakati bahwa tahun 2013 ini merupakan tahun yang tepat untuk membuat keputusan terkait kontrak pengelolaan Blok Mahakam pasca 2017.

Sebagai pekerja migas, kita menanti sambil berharap agar pemerintah dapat membuat keputusan yang tepat pada saat yang tepat. Dan saat yang tepat adalah tahun 2013 ini. Mengapa bukan tahun depan atau tahun berikutnya? Pertama, tahun 2014 merupakan tahun politik. Pemerintah sebagai pembuat keputusan dan masyarakat secara umum akanh fokus pada pemilihan umum (Pemilu) baik untuk memilih wakil rakyat maupun untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden.

Dari sisi tingkat operasional, bila keputusan dilakukan tahun ini, operator punya waktu yang cukup untuk melakukan adaptasi bila terjadi perubahan skema pengelolaan Blok Mahakam.  Bila keputusan diambil tahun ini, operator Blok Mahakam, dalam hal  ini Total E&P Indonesie, dapat membuat perencanaan terkait kelanjutan investasi di blok tersebut, yang rencananya mencapai US$7,3 miliar dalam 5 tahun sejak 2017. Bila keputusan dilakukan hanya 1-2 tahun sebelum kontrak berakhir, akan sulit bagi operator untuk membuat perencanaan.

Saat ini, Blok Mahakam dikembangkan oleh Total E&P Indonesie yang bertindak sebagai operator. Total E&P berpartner dengan Inpex (non-operator) asal Jepang sebagai pemegang participating interest (PI). Kedua perusahaan migas tersebut masing-masing memegang PI sebesar 50%.  

Hingga saat ini belum ada kepastian mengenai skema kontrak pengelolaan Blok Mahakam pasca 2017. Total dan Inpex sudah mengajukan proposal beberapa tahun lalu terkait keinginannya untuk memperpanjang kontrak pengelolaan Blok Mahakam. 

Sejauh ini, berita-berita yang beredar di masyarakat, ada 3 opsi yang akan dipilih pemerintah. Pertama, kontrak diperpanjang, kedua, tidak diperpanjang dan ketiga skema baru melibatkan operator yang saat ini dan pemain baru, yakni Pertamina. 

Dari berbagai pernyataaan pemerintah, pemerintah kemungkinan akan memilih opsi yang ketiga, melibatkan operator yang sekarang, Total E&P Indonesia, dan pemain baru Pertamina. Idealnya, memang skema kolaborasi pemain lama dan baru akan menjamin kelangsungan operarional blok, tanpa ada gangguan atau disruption.
 
Pada masa transisi, kurang lebih 5 tahun setelah konrak berakhir, operator tetap dipegang Total, dan setelah 5 tahun, pemerintah dapat kemudian mengambil keputusan apakah Total tetap menjadi operator atau beralih ke Pertamina.


Apapun skema yang dipilih pemerintah, tampaknya perlu ada masa transisi agar tidak terjadi gangguan pada produksi Blok Mahakam. Sayangnya, kontrak PSC saat ini belum mengatur soal masa transisi ini. Padahal transisi sangat penting apalagi menyangkut pengoperasian blok besar dan tua seperti Blok Mahakam.

Dari pernyataan-pernyataan beberapa anggota Komisi VII, mereka memahami pentingnya masa transisi dalam mengembangkan blok Mahakam. Bila dilakukan perubahan secara drastis, dikhawatirkan akan menimbulkan gangguan pada proses produksi. 

Kita serahkan kepada pemerintah untuk membuat keputusan, mana yang terbaik bagi negara. Dari kacamata pekerja, yang penting tidak terjadi gejolak internal dan terjadi transisi yang lancar. Pemerintah perlu memastikan bahwa produksi berjalan terus, tidak terganggu oleh perubahan skema pengelolaan Blok Mahakam.

Beberapa waktu lalu, Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo mengatakan Total E&P Indonesie masih diperlukan dan dilibatkan dalam skema pengelolaan Blok Mahakam pasca 2017. Wamen tentu punya alasan dan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Blok Mahakam ini memang sudah memasuki usia tua karena telah berproduksi selama sekitar 40 tahun.

Dan sebagai blok yang tua, mengangkat gas alam (dan sebagian kecil minyak) dari perut bumi tidak mudah lagi. Apalagi bila melihat kondisi reservoir yang kecil-kecil dan menyebar, sehingga dibutuhkan teknologi tinggi dan investasi besar untuk mengangkat gas dan kondensat. Perawatan atau well service pun sudah tidak bisa seperti dulu lagi. Perawatan harus dilakukan lebih intensif. Ratusan sumur tiap tahun dibor agar produksi tidak menurun. Para reservoir engineer pasti tahu bahwa Blok Mahakam yang berada di rawa-rawa dan sebagian di lepas pantai memiliki keunikan lapisan bawah tanah serta ekosystem yang unik.

Operator Blok Mahakam kelak haruslah orang-orang atau perusahaan yang memahami dan memiliki pengetahuan yang cukup mengenai kondisi dan karakter Blok Mahakam. Karena itu, kita berharap pemerintah akan segera membuat keputusan yang tepat setelah mempertimbangkan berbagai aspek, baik dari sisi komitmen investasi, teknologi, pemahaman atas karakter blok, serta risiko yang mungkin terjadi. Faktor risiko ini sangat penting untuk diperhatikan. Dan tentu kita berharap agar pemerintah dapat membuat keputusan tahun ini. Tahun 2013 adalah waktu yang ideal, baik bagi pemerintah maupun operator. (*)

No comments:

Post a Comment