Bagaimana
kelanjutan nasib blok-blok Minyak dan Gas bumi yang kontraknya akan berakhir? Pertanyaan
tersebut mungkin muncul dari pelaku industri Migas atau pemantau industri
Migas. Bila pertanyaan tersebut diajukan ke pemerintah, khususnya Kementerian
ESDM, maka hampir pasti kita akan mendapat jawaban klasik, “sedang dibahas”, “masih
digodok skemanya”, dan jawaban-jawaban yang mirip seperti itu. Saat ini
pembahasan soal blok-blok Migas yang kontraknya bakal berakhir tampak ‘cooling down’, artinya tenggelam oleh
isu-isu agenda Pemilu.
Pertanyaan
lain yang mungkin timbul adalah apakah keputusan mengenai nasib blok-blok Migas
yang kontraknya berakhir, termasuk Blok Mahakam, akan ditentukan atau
diputuskan oleh Kementerian ESDM atau pemerintah sebelum masa jabatan Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berakhir, atau akan diputuskan oleh pemerintah
baru nanti?
Seperti
yang kita pahami, operator Blok Mahakam telah mengajukan perpanjangan kontrak
pada tahun 2007. Beberapa waktu lalu, pemerintah mengatakan bahwa saat ini ada
tiga opsi yang sedang dipertimbangkan pemerintah, yaitu, diperpanjang, tidak
diperpanjang dan opsi skema baru, yakni melibatkan pemain baru. Dari pernyataan
beberapa pejabat pemerintah, tampaknya pemerintah akan mengambil opsi ketiga.
Dan dari sumber-sumber di Kementerian ESDM, opsi ketiga ini yang sedang
dibahas, hanya detilnya sedang dibahas. Opsi ketiga ini akan melibatkan
operator lama yakni Total E&P Indonesie, mitra non-operator Inpex Corp dan
pemain baru Pertamina.
Namun,
belakangan muncul nama-nama baru yang tertarik untuk masuk ke Blok Mahakam
seperti Indika Energi, ENI dan Marathon Oil. Publik mungkin familiar dengan
Indika Energi, yang listed di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan ENI, perusahaan
raksasa minyak asal Italia. Tapi Mandiri Oil?
Mandiri
Oil atau PT Mandiri Panca Usaha adalah Kontraktor Kerja Sama yang saat ini
melaksanakan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi di Wilayah
Kerja Blok Sembilang, Natuna Barat, Kepulauan Riau. BP MIGAS dan PT.
Mandiri Panca Usaha pada tanggal 1 April 2011 menandatangai kontrak kerjasama
untuk waktu kontrak selama 20 tahun. Mandiri Oil adalah perusahaan yang
tergabung dalam Indoland Group, sebuah grup perusahaan yang sedang naik daun
yang didirikan oleh Yanuar Arsjad.
Mandiri Oil sebenarnya merupakan pemain baru di industri migas di
Tanah Air. Indoland Grup awalnya merupakan pengembang properti yang antara lain
mengelola hotel bintang lima di Bali, yakni The Bali Cliff, serta memiliki anak
usaha lain di bidang telekomunikasi. Anak usaha Indoland di bidang properti
adalah PT Indoland Bali Propertindo.
Pada tahun 2011, Mandiri Oil ditunjuk pemerintah untuk mengelola
Blok Sembilang di Natuna, yang sebelumnya dikelola oleh Conoco Philips.
Peralihan pengelolaan blok ini pun sempat menjadi kontroversi karena proses
peralihan yang tidak wajar.
Selain
itu, Indoland Group memiliki anak usaha PT Bhakti Surya Telecomindo, perusahaan
menara telekomunikasi yang memiliki 700 menara dan 150 in building
site. Perusahaan ini melayani operator telekomunikasi besar dan
multinasional. Anak perusahaan lain adalah PT Arun Petrogas.
Menurut
penelusuran penulis, pendiri Mandiri Oil dekat Menteri Energi dan Sumber Daya
Manusia (ESDM). Kedekatan tersebut juga telah diakui oleh pemilik Mandiri Oil
Yanuar Arsjad seperti yang diberitakan oleh beberapa media. Belakangan nama Mandiri
Oil muncul sebagai salah satu pihak yang ingin masuk ke Mahakam.
Nama
Mandiri Oil muncul ke media setelah beberapa waktu lalu adanya pertemuan antara
Total E&P Indonesie dengan Menteri ESDM Jero Wacik yang difasilitasi
Mandiri Oil. Perusahaan ini (Mandiri Oil) kabarnya juga pernah dibantu oleh
Jero Wacik saat ingin membeli Blok B Arun dan North Sumatera Offshore (NSO) di
Nanggroe Aceh Darussalam milik ExxonMobil, yang kemudian bermasalah.
Hingga saat ini, operator Blok Mahakam
maupun pelaku industri migas, masih menunggu keputusan pemerintah terkait nasib
Blok Mahakam. Kontrak Total E&P Indonesie akan berakhir pada semester I
tahun 2017. Idealnya, keputusan perpanjangan/tidak perpanjanga/skema baru
dilakukan 5 tahun sebelum kontrak berakhir karena ini berpengaruh pada rencana
investasi operator blok tersebut.
Keputusan perpanjangan sebuah blok
Migas di Indoensia tampaknya tidak mudah bagi pemerintah. Pemerintah sendiri
tampak terjebak oleh desakan-desakan oleh kelompok-kelompok kepentingan yang
memperjuangkan kepentingannya. Kelompok-kelompok LSM tertentu misalnya
menginginkan operatorship Blok Mahakam langsung diserahkan ke perusahaan
nasional. Namun, ada pihak lain yang berpikir lebih rasional, yang mengutamakan
agar Blok Mahakam diperasikan oleh pihak-pihak yang berkompeten agar
operasional Blok Mahakam berlanjut dan tidak terganggu.
Kita berharap pemerintah akan
mengambil keputusan yang bijaksana demi kepentingan negara!
No comments:
Post a Comment