Hari itu adalah hari terakhir jatah liburan 2 minggu saya
bersama keluarga. Mobil sudah siap mengantar saya menuju Bandara Soekarno Hatta
dari rumah mungil asri kami di kota hujan. Tiket pesawat menuju Bandara
Sepingan, Balikpapan sudah siap. Sekarang tinggal siap 'cabut' menuju bandara.
Setelah mengecup kening istri dan memeluk kedua anak kami
yang masih kecil-kecil, saya segera melangkah ke depan rumah. Masuk kendaraan
dan sang sopir yang sudah kami anggap keluarga sendiri siap membawa saya siang
itu ke Bandara.
Liburan sudah selesai, kini saya kembali siap bekerja.
Seperti biasa di perusahaan minyak dan gas, karyawan diberi jatah liburan
secara regular. Liburan kali ini, kok, rasanya ada yang berbeda dari
sebelumnya. Beberapa hari belakangan saya membaca di media-media, online maupun
cetak bahwa kontrak Blok Mahakam tempat saya mengabdikan hidup saya selama 5
tahun terakhir akan segera berakhir tahun 2017.
Ada rasa kebanggaan ketika diterima di sebuah perusahaan
minyak yang ternama di dunia dan turut mengambil bagian dalam proses
memproduksi gas alam nasional. Hasil penjualan gas alam dari blok ini tentu
turut menyumbang pendapatan bagi negara dan saya bangga untuk itu. Walau saya bekerja di sebuah perusahaan migas MNC, saya tetap merasa bekerja
untuk negara. Toh hasil penjualan gas juga untuk meningkatkan pendapatan negara. Uangnya, saya berharap dipakai untuk membiaya pendidikan, termasuk pendidikan anak saya yang masih kecil-kecil.
Di sini saya merasa nyaman, karir terjamin, fasilitas kerja mendukung, masa depan terjamin dengan berbagai fasilitas yang diberikan perusahaan. Sebagai engineer muda, siapa sih yang tidak ingin bekerja di perusahaan multinasional? Selain kompensasi yang bagus, fasilitas yang oke, kita dapat menimba ilmu. Kita bisa belajar banyak karena perusahaan menyediakan pelatihan dan kesempatan luas bagi kami untuk meningkatkan karir, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Profesionalisme dengan sistem kesetaraan dan kompetensi sangat dijunjung tinggi. Semua bekerja berdasarkan sistem yang telah diterapkan secara ketat.
Di sini saya merasa nyaman, karir terjamin, fasilitas kerja mendukung, masa depan terjamin dengan berbagai fasilitas yang diberikan perusahaan. Sebagai engineer muda, siapa sih yang tidak ingin bekerja di perusahaan multinasional? Selain kompensasi yang bagus, fasilitas yang oke, kita dapat menimba ilmu. Kita bisa belajar banyak karena perusahaan menyediakan pelatihan dan kesempatan luas bagi kami untuk meningkatkan karir, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Profesionalisme dengan sistem kesetaraan dan kompetensi sangat dijunjung tinggi. Semua bekerja berdasarkan sistem yang telah diterapkan secara ketat.
Tapi, apakah semuanya itu akan berakhir tahun 2017?
Ketika istri saya menanyakan soal kelangsungan pekerjaan saya di Blok Mahakam,
dengan tenang saya menjawab semuanya akan baik-baik saja. Pemerintah pasti akan
mengambil keputusan yang baik, tidak ingin operasional blok terganggu. Tentu,
juga tidak menelantarkan nasib karyawan seperti saya. Saya cuma tak ingin
pasangan saya khawatir.
Tapi toh saya tak menyangkal bila tetap saja ada rasa
was-was. Dan itu, tidak saja saya, beberapa kolega/teman sejawab, terkadang
menjadi bahan perbincangan saat rehat. Ketika kembali bekerja, kami dan kolega
tetap bekerja secara profesional, menjalankan tugas rutinitas. Pandangan
rawa-rawa, hutan bakau, deru mesin fasiltas produksi (CPP) kini akan kembali
menghiasi hari-hari saya, setelah menikmati liburan dan bercengkrama bersama
family kecilku.
Dalam penerbangan menuju
Balikpapan, pertanyaan-pertanyaan kembali menghantui saya bagaimana nasib
karyawan Blok Mahakam yang jumlahnya sekitar 3,000-an ini? Apakah manajemen
yang saat ini, Total EP Indonesie', yang sudah berada di Blok Mahakam sekitar 40
tahun dan sudah memahami seluk-beluk Mahakam diganti? Apakah akan ada perubahan
manajemen secara drastis? Atau perubahan yang lancar, smooth, tidak menimbulkan
gejolak internal?
Di saat-saat seperti ini tidak salah bila sudah mulai
membuka-buka jaringan, mencoba melirik peluang-peluang di luar negeri seperti
Afrika, sekadar jaga-jaga. Tapi apakah
saya harus meninggalkan keluarga demi sesuap nasi? I m just hoping for the
best. (*)
Saya sudah mendengar keluhan yang sama dari beberapa teman saya yang bekerja di Total, baik sebagai karyawan langsung atau subkontratornya. Maklum saja, ini kan urusan dapur ya, jadi banyak yang khawatir atas kontrak ini. Takutnya kalau pengelolanya berbeda maka kebijakan jjuga beda lagi. Ya berdoa saja pak, semoga pemerintah segera memberi kepastian.
ReplyDelete